Sukmawati, Anggraini (1999) Studi Implementasi Konsep Keunggulan Kompetitif Negara (Porter's Diamond Model)pada Industri Pengolahan Susu di Indonesia. Masters thesis, IPB.
![]()
|
PDF
R12-01-Anggraini_Sukmawati-cover.pdf - Published Version Download (344kB) |
|
![]()
|
PDF
R12-02-Anggraini_Sukmawati-RE.pdf - Published Version Download (382kB) |
|
![]()
|
PDF
R12-03-Anggraini_Sukmawati-DaIsi.pdf - Published Version Download (411kB) |
|
![]()
|
PDF
R12-04-Anggraini_Sukmawati-Bab1.pdf - Published Version Download (337kB) |
|
![]() |
PDF
R12-05-Anggraini_Sukmawati-Bab2DST.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (3MB) |
Abstract
Pengumpulan data primer dilakukan dengan kuesioner dan wawancara dengan pihak-pihak tertentu sebagai pengambil keputusan pada perusahaan di lingkungan IPS dan dengan para pakar. Sedangkan data sekunder dan informasi terkait dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Ditjen Peternakan Departemen Pertanian. Berdasarkan pendapat para responden dari pengisian kuesioner didapatkan hasil rataan penilaian mengenai tingkat kepentingan suatu sub faktor dari masing-masing determinan, yaitu sumberdaya, permintaan, industri pendukung dan terkait, strategi perusahaan, struktur dan persaingan, kesempatan dan pemerintah yang dibedakan berdasarkan waktu, yaitu sebelum krisis, saat krisis sebelum dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 4 tahun 1998, saat krisis setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 4 tahun 1998 dan era pasar bebas. Dari hasil pemeringkatan proporsi penilaian oleh responden diurutkan dan dipilih sampai urutan kelima terbesar dari-masing-masing determinan. Pemeringkatan hasil berdasarkan proporsi tersebut merupakan nilai dari determinan yang bersangkutan. Industri pengolahan susu di Indonesia saat ini terpusat di Pulau Jawa. Total kapasitas produksi pada tahun 1996 yang lalu mencapai 695.133.400 kg setara susu segar. Dari jumlah tersebut 35,64 % merupakan kapasitas produksi IPS yang berlokasi di DKI Jakarta,sementara Jawa Barat memenuhi 13,74%, Jawa Timur 23,94 %, sedangkan 3,79 % dan 19,29 % sisanya berturut-turut dipenuhi dari Yogyakarta dan Jawa Tengah. Perkembangan produksi susu olahan di Indonesia tampak terus meningkat selama 5 tahun terakhir dengan peningkatan 10,83% per tahun, kecuali tahun 1996 yang sedikit mengalami penurunan. Demikian pula produksi tahun 1998 diperkirakan mengalami penurunan akibat menurunnya konsumsi susu olahan dalam negeri. Pendapat responden mengenai tingkat kepentingan sub faktor dari keenam determinan keunggulan kompetitif IPS dibedakan berdasarkan waktu, sebelum krisis, saat krisis sebelum, saat krisis setelah Inpres No.4 tahun 1998 dan era pasar bebas untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran tingkat kepentingan diantara keenam determinan pada kondisi yang berbeda. Determinan sumberdaya menempati urutan pertama pada saat sebelum krisis, saat krisis sebelum dan sesudah diberlakukanya Inpres Nomor 4 tahun 1998 serta pada era pasar bebas. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya merupakan faktor penting bagi keunggulan kompetitif industri suatu negara pada keempat situasi yang digambarkan. Pada saat sebelum krisis responden menilai determinan permintaan menempati urutan kedua. Pada saat setelah krisis sebelum dan sesudah diberlakukannya Inpres Nomor 4 tahun 1998 determinan ini berada pada urutan ketiga, sedangkan pada era pasar bebas, permintaan kembali turun berada di urutan peringkat kelima. Hal ini berarti peran determinan ini akan lebih menurun dibanding sebelum krisis dalam membentuk keunggulan kompetitif industri pengolahan susu. Responden menilai determinan industri terkait dan industri pendukung menempati urutan kelima pada saat sebelum krisis. Pada saat setelah krisis sebelum dan sesudah diberlakukannya Inpres Nomor 4 tahun 1998 serta pada era pasar bebas, permintaan berada diurutan kedua. Hal ini berarti determinan ini akan semakin penting kontribusinya dalam membentuk keunggulan kompetitif IPS. Sebelum krisis, determinan strategi perusahaan, struktur dan persaingan berada di urutan ketiga, sedangkan krisis sebelum dan sesudah berlakunya Inpres No. 4 tahun 1998, determinan ini berada di urutan keempat. Namun pada era pasar bebas determinan ini dianggap makin penting sehingga berada di urutan ke tiga. Hal ini menunjukkan bahwa penghapusan beberapa ketentuan yang memproteksi industri pengolahan susu, menjadikan strategi perusahaan, struktur dan persaingan dalam industri semakin penting. Responden menilai determinan kesempatan menduduki urutan terakhir pada saat sebelum krisis. Pada saat krisis sebelum maupun sesudah Inpres No.4 tahun 1998 determinan ini menempati urutan kelima. Pada era pasar bebas determinan permintaan menempati urutan keempat. Hal ini menunjukkan bahwa peran kesempatan dalam membentuk keunggulan kompetitif IPS dianggap makin penting dibanding waktu-waktu sebelumnya. Pada waktu sebelum krisis peran pemerintah dianggap cukup penting, sehingga menduduki urutan keempat. Hal ini menunjukkan peran pemerintah cukup dominan dengan berbagai kebijakan yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam membentuk keunggulan kompetitif IPS. Pada saat krisis sebelum dan sesudah Inpres No. 4 tahun 1998 serta pada era pasar bebas peran pemerintah dianggap menurun dalam upaya membentuk keunggulan kompetitif bagi IPS. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian responden yang menempatkannya diurutan terakhir. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang melepas proteksi bagi petemak sapi perah dalam negeri. Namun demikian peran pemerintah tetap penting bagi perliidungan konsumen dan mendukung upaya peningkatan keunggulan kompetitif IPS dengan kebijakan-kebijakan baru sesuai dengan perkembangan pasar intemasional. Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif bagi IPS, maka perlu : 1) Menempatkan IPS di Indonesia pada posisi tahapan pembangunan keunggulan kompetitif dengan tepat. Indonesia saat ini berada pada tahap factor driven (digerakkan oleh sumberdaya/fakor produksi dasar), antara lain ketersediaan sumberdaya alam dan tenaga kerja tidak terampil. 2) Memformulasikan strategi untuk masing-masing determinan berdasarkan sub determinan yang selalu muncul dan sub determinan yang muncul pada era pasar bebas Implikasi strategi bagi pemerintah adalah : 1) Mendukung industri dengan kebijakan a low cost of capital bagi investasi pada industri pendukung dan industri terkait maupun industri pengolahan susu untuk meningkatkan produktivitasnya. Di samping itu kemudahan akses terhadap sumber permodalan dengan mekanisme yang efisien dalam alokasi modal. 2) Membangun infiastruktur (transportasi dan telekomunikasi) yang memadai, karena ketiadaan infrastruktur yang memadai sangat menghambat upaya pencapaian keunggulan kompetitif. 3) Membangun seperangkat kebijakan yang mendukung pengembangan sumberdaya manusia untuk menjamin tersedianya tenaga terampil, dan dalam jangka panjang untuk membentuk keunggulan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4) Memberi kemudahan bagi investor dalam industri pengolahan susu setengah jadi dan membentuk kluster pengembangan atau sentra produksi bahan baku 5) Untuk strategi jangka panjang adalah pengembangan bioteknologi dengan rekayasa genetika untuk meningkatkan produktivitas sapi perah mengarah pada pembentukan strain sapi lokal, sehingga memutus rantai ketergantungan impor sapi. Implikasi strategi bagi industri adalah : 1) Aliansi dengan industri pemasok yang telah mencapai keunggulan biaya rendah 2) Efisiensi komponen impor 3) Membuka pasar baru 4) Integrasi dengan saluran pemasaran, sehingga dapat memangkas sebagian biaya distribusi
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Keunggulan Kompetitif, Porter's Diamond Model, Industri Pengolahan Susu, Indonesia |
Subjects: | Manajemen Strategi |
Divisions: | Sekolah Bisnis > Perpustakaan |
Depositing User: | Staff-6 Perpustakaan |
Date Deposited: | 18 Jan 2012 03:46 |
Last Modified: | 18 Jan 2012 03:46 |
URI: | http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/1027 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |