Analisis Pemanfaatan Kapasitas Menganggur (Idle Capacity) Pada Unit Pengepakan Teh Celup PTPN VIII Gunung Mas

Marihot, Hendri (1998) Analisis Pemanfaatan Kapasitas Menganggur (Idle Capacity) Pada Unit Pengepakan Teh Celup PTPN VIII Gunung Mas. Masters thesis, IPB.

[img]
Preview
PDF
R12-01b-Hendri_Marihot-Lembar_Pengesahan.pdf - Published Version

Download (346kB)
[img]
Preview
PDF
R12-01-Hendri_Marihot-Cover.pdf - Published Version

Download (246kB)
[img]
Preview
PDF
R12-03-Hendri_Marihot-Ringkasan_Eksekutif.pdf - Published Version

Download (407kB)
[img]
Preview
PDF
R12-04-Hendri_Marihot-Daftar_Isi.pdf - Published Version

Download (359kB)
[img]
Preview
PDF
R12-05-Hendri_Marihot-Pendahuluan.pdf.pdf - Published Version

Download (396kB)
Official URL: http://elibrary.mb.ipb.ac.id

Abstract

RINGKASAN EKSEKUTIF Hendri Marihot, 1998. Analisis Pemanfaatan Kapasitas Menganggur (Idle Capacity) Pada Unit Pengepakan Teh Celup PTPN VIII Gunung Mas. Di bawah bimbingan Hamdani M.Syah dan Abdul Basith Achmad. PTPN VIII Gunung Mas sebagai salah satu unit usaha dari PTPN VIII yang berkantor pusat di Bandung, mengembangkan komoditi temtama teh. Perusahaan ini didirikan secara resmi pada tahun 1972. Saat ini perusahaan mengelola lahan tanaman teh seluas 736,4Ha dan 71 Ha tanaman kina yang belum menghasilkan. Sistem produksi teh yang dijalankan adalah sistem Criishing Tearing Curling (CTC) dan menghasilkan teh hitam yang sebagian besar diekspor. Di samping itu, PTPN VIII memiliki Unit Pengepakan Teh Celup (UPTC) untuk memproduksi teh celup pesanan lima distributor. PTPN VIII menjalankan sistem kerjasama operasional (maklon) dengan kelima distributor tersebut. Selama ini, jumlah pesanan dari kelima distributor baru mencapai 78% dari kapasitas produksi yang dianggarkan, sehingga ada kapasitas menganggur (idle capacity) sebesar 22%.Hal ini menyebabkan biaya produksi per unit teh celup menjadi tinggi dan margin keuntungan yang diterima oleh PTPN VIII menjadi kecil. Berdasarkan kenyataan tersebut, dinunuskan masalah. " Bagaimana altematif produksi PTPN VIII Gunung Mas dalam memanfaatkan kapasitas menganggur (idle capacity) pada mesin UMT, sehingga memberikan keuntungan yang terbesar". Penelitian bertujuan untuk menginventarisasi faktor-faktor yang mempengaruhi analisis biaya dari penggunaan kapasitas menganggur, menganalisis biaya produksi teh celup merek sendiri, dan untuk memberikan alternatif solusi tentang pemanfaatan kapasitas menganggur pada mesin UPTC PTPN VIII Gunung Mas. Kegiatan geladikarya dilaksanakan di PTPN VIII Gunung Mas, Puncak, selama 2 bulan yaitu Januari sampai Februari 1998. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kajian dokumentasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Data diolah dengan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif meliputi :statistik sederhana ( tabulasi, persentase dan rata-rata), metoda Incremental cost dan revenue, dan Break Even Point (BEP). Analisis kualitatif dengan mempertimbangkan prospek UPTC, hubungan antara UPTC dengan distributor dan ketergantungan UPTC terhadap distributor akibat sistem maklon. Di samping itu juga dianalisis resiko bila menjalankan produksi teh celup merek sendiri. � Untuk mengoptimalkan produksi, dibuat dua alternatif kemungkinan pemanfaatan kapasitas menganggur. Pertama, memanfaatkan kapasitas menganggur untuk memproduksi teh celup merek sendiri, dan kedua, memberikan kesempatan kepada distributor supaya menggunakan kapasitas menganggur dengan meningkatkan jumlah pesanan. Kedua alternatif tersebut diteliti analisis biayanya dengan menggunakan metoda Incremental cost dan revenue. Untuk mendukung hasil perhitungan tersebut, maka dilakukan riset pemasaran tentang preferensi konsumen terhadap minuman teh. Produksi teh celup PTPN VIII Gunung Mas memiliki spesifikasi yang berbeda dalam ukuran berat dan jumlah bags per karton untuk masing- masing distributor. Penyebab utama terjadinya idle capacity adalah jumlah pesanan atau realisasi produksi mash dibawah kapasitas yang dianggarkan. Distributor PT. "A" menggunakan 74,4096 dari kapasitas yang dianggarkan pada satuan berat karton atau 75,2% pada satuan berat kilogram dan bags. Distributor yang menggunakan jumlah terbesar dari kapasitas y&g dianggarkan adalah PT."D", yang menggunakan 79,54% dari kapasitas yang dianggarkan pada satuan berat karton, atau 80,69% pada satuan berat kilogram dan 78,07% pada satuan berat bags. Distributor lPT."C" menggunakan jumlah yang terkecil dari kapasitas yang dianggarkan yaitu 39,&3% pada satuan berat karton, kilogram atau bags. Realiasasi produksi UPTC menunjukkan gambaran berfluktuasi. Realisasi produksi distributor PT."D"menunjukkan kecendrungan naik, sedangkan PT. "C" menurun. Teh celup membutuhkan teh sebagai bahan baku. Teh diperoleh dari pucuk teh yang diolah di pabrik. Pucuk teh diperoleh dari kegiatan budidaya di lapangan. Oleh sebab itu, dihitung Harga Pokok Produksi pucuk teh dan teh. Harga pokok Produksi pucuk teh adalah Rp 715,893/kilogram, sedangkan Harga Pokok Produksi teh Gunung Mas adalah Rp 3828,48/kilogram. Pada alternatif pertama membuat produksi teh celup merek sendiri. Tambahan biaya yang dikeluarkan meliputi biaya bahan baku sebesar Rp 17.854.738, biaya kemasan Rp 98.580.906, upah karyawan lepas Rp 1.475.068,1, upah karyawan tetap Rp 1.036.425, dan biaya pemeliharaan mesin, pabrik, alokasi diesel sebesar Rp 1.469.941,58. Sedangkan pada alternatif kedua, diasumsikan distributor PT."D menggunakan kapasitas menganggur dengan memproduksi teh celup merek "9-2 sebanyak 4500 karton. Dengan demikian dibutuhkan tambahan biaya bahan baku sebesar Rp 15.839.343,18, upah karyawan lepas Rp 1.905.655,22, upah karyawan tetap Rp 1.036.425 dan biaya pemeliharaan mesin, pabrik, alokasi diesel sebesar Rpl.469.941,58. � Dari hasil perhitungan lncrerrrentnl cost dan reventre, diketahui bahwa alternatif pertama memberikan selisih antara biaya dan penerimaan (net cost and revenue) yang terbesar yaitu Rp 41.538.297,1,- dibandingkan alternatif 2 yang hanya Rp 9.413.849,75. Berarti, lebih menguntungkan bagi UPTC untuk memanfaatkan kapasitas menganggur dengan memproduksi teh celup merek sendiri. Harga pokok produksi teh celup merek sendiri adalah Rp 22.307,72/kilogram, sedangkan harga jual Rp 30.000/kilogram. Selanjutnya, pada alternatif pertama dihitung BEP untuk mengetahui tingkat produksi minimal. Dari perhitungan BEP, diketahui tingkat produksi minimal untuk mencapai titik BEP adalah 115 karton. Sedangkan dari hasil riset pemasaran, seluruh responden menyukai minum teh. Jenis teh yang paling banyak disukai responden adalah teh celup, sebanyak 96 responden. Merek teh celup yang paling disukai adalah merek Sariwangi, sebanyak 82 responden. Penilaian terhadap atribut jenis kernasan, merek, aroma, warna air teh seduhan, harga, kepraktisan dan kegunaan minuman teh ,oleh responden menunjukkan bahwa, seluruh atribut menjadi faktor penting dan sangat penting dalam mempertimbangkan konsumsi minuman teh. Ada 93% responden bersedia mencicipi dan 74% responden bersedia membeli teh celup merek sendiri bila rencana produksi merek sendiri dijalankan. Sebelum rencana itu dilaksanakan, perlu dipertimbangkan hubungan antara PTPN VIII dengan kelima distributor selama ini. Dikhawatirkan bila rencana dilaksanakan, akan menimbulkan kemarahan kelima distributor karena dapat "menggerogoti" pangsa yang telah ada. Bila rencana tidak dijalankan, maka UPTC yang memiliki propek yang baik, akan sangat tergantung dengan pesanan dari distributor: Oleh sebab itu, UMT hams memasarkan teh celup merek sendiri dengan cara "tertutup " kepada pasar target, khususnya di daerah agrowisata. Dari seluruh keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi analisis biaya pemanfaatan kapasitas menganggur adalah biaya bahan baku, tenaga kerja, pemeliharan mesin, pemeliharaan pabrik dan alokasi diesel serta didukung dengan kemampuan mesin yang masih memadai, dan ketersediaan bahan baku teh celup yang terjamin. Alternatif pemanfaatan kapasitas menganggur yang terbaik adalah memproduksi teh celup merek sendiri karena net cost and revenue yang diperoleh sebesar Rp 41.538.297,1,- lebih besar dibandin~kan alternatif memberikan kepada-distributor untuk meningkatkan pes& yang hanya memberikan net cost ond revenue sebesar RP 9.413.849,75,- Biava vroduksi teh . . . . A celup merek sendiri sebesar Rp 22.307,72/kilogram, sedangkan harga jual Rp 30.000/ kilogram. � Dengan demikian ,disarankan kepada PTPN VIII Gunung Mas untuk tidak memperpanjang kontrak dengan distributor PT. "C" karena realisasi produksi cendrung menurun. UPTC sebaiknya memanfaatkan kapasitas menganggur dengan memproduksi teh celup merek sendiri, dengan asumsi tidak belum diteliti berapa besar kemungkinan distributor aka. memutuskan kontrak dan pengaruh pemutusan kontrak terhadap pembelian teh bungkus (btrlky) oleh PT. "1Y' di lelang (auctim). Khusus menyangkut komposisi bahan baku, sebaiknya menggunakan bahan baku yang mirip dengan bahan baku teh celup Sariwangi (Standard'94), karena merek tersebut adalah paling banyak disukai responden. �

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: Manajemen Produksi dan Operasi
Divisions: Sekolah Bisnis > Perpustakaan
Depositing User: Staff-2 Perpustakaan
Date Deposited: 24 Mar 2014 08:14
Last Modified: 24 Mar 2014 08:14
URI: http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/1269

Actions (login required)

View Item View Item