Analisis kebijakan terhadap peningkatan produk minyak sawit yang berkelanjutan

Trisna, Analia (2012) Analisis kebijakan terhadap peningkatan produk minyak sawit yang berkelanjutan. Masters thesis, Institut Pertanian Bogor.

[img]
Preview
Text
E34-01-Ana-Cover.pdf - Published Version

Download (341kB)
[img]
Preview
Text
E34-02-Ana-Abstrak.pdf - Published Version

Download (318kB)
[img]
Preview
Text
E34-03-Ana-RingkasanEksekutif.pdf - Published Version

Download (330kB)
[img]
Preview
Text
E34-04-Ana-DaftarIsi.pdf - Published Version

Download (326kB)
[img]
Preview
Text
E34-05-Ana-Pendahuluan.pdf - Published Version

Download (651kB)
[img] Text
Tesis.pdf
Restricted to Registered users only

Download (721kB)
Official URL: http://elibrary.mb.ipb.ac.id

Abstract

Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan dan menjadi pilar penting perekonomian nasional. Tidak hanya sebagai sumber devisa yang besar, tapi sektor kelapa sawit telah memainkan peran penting sebagai sumber pendapatan masyarakat dibeberapa wilayah Indonesia dan mempercepat pengentasan kemiskinan di daerah tanaman ini tumbuh. Sejarah, potensi dan peluang pembangunan kelapa sawit mengindikasikan bahwa kelapa sawit mempunyai prospek positif ke depan, khususnya terkait dengan nilai tambah dan daya saing. Meskipun Indonesia menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, tetapi produktivitas tanaman kelapa sawit di Indonesia masih sangat rendah. Saat ini rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit Indonesia hanya sebesar 3,7 ton per hektar per tahun. Angka ini lebih rendah dari potensi produksi minyak sawit yang bisa mencapai 7 ton per hektar per tahun. Selain itu kelapa sawit juga menghadapi berbagai isu terkait dengan masalah teknologi, ekonomi, sosial dan lingkungan. Masalah-masalah tersebut perlu diatasi agar pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan dapat terwujud sehingga tidak mendistorsi daya saing produk-produk kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Kondisi tersebut membutuhkan solusi dari pemerintah yaitu suatu kebijakan yang dapat mengatur dan mengakomodir seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kunci sukses dalam pelaksanaan kebijakan minyak sawit secara berkelanjutan adalah sukar apabila lingkungan kebijakan dan peraturan itu lemah serta tidak adanya saling mendukung dari seluruh pemangku kepentingan. Untuk itu penelitian analisis kebijakan terhadap peningkatan produksi minyak sawit yang berkelanjutan ini perlu dilakukan untuk menghasilkan rumusan strategi dan rekomendasi kebijakan yang mendukung peningkatan produksi minyak sawit yang berkelanjutan di Indonesia. Beberapa pertanyaan untuk mendukung penelitian ini adalah (1) Bagaimana implementasi peraturan pemerintah dalam meningkatkan produksi minyak sawit yang berkelanjutan? (2) Apa dampak peraturan pemerintah tentang pengembangan minyak sawit terhadap aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kebijakan, dan mengkomparasi kebijakan pemerintah tentang industri perkebunan minyak sawit antara empat kementerian yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perdagangan serta merumuskan strategi kebijakan atau rekomendasi untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut. Selain itu penelitian ini dapat mengetahui hal-hal sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi dampak kebijakan pemerintah dalam peningkatan produksi minyak sawit yang berkelanjutan; (2) Menganalisa pengaruh kebijakan tentang minyak sawit terhadap aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya masyarakat; (3) Memberikan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan produksi minyak sawit yang berkelanjutan. Hasil wawancara dari para pakar dibidang perkelapa sawitan diolah dengan metode perbandingan eksponensial (MPE). Hasil perhitungan dengan skor tertinggi diambil sebagai permasalahan kebijakan utama yaitu sistem penilaian klasifikasi perkebunan dengan skor 3.550,56, sistem perizinan dengan skor 3.347,27, penanaman pada lahan gambut dengan skor 2.074,45 dan keterbatasan tenaga auditor yang memiliki kompetensi dengan skor 1.261,62. Pada matrik kebijakan sistem penilaian klasifikasi perkebunan terdapat 2 (dua) kebijakan yang memberikan dukungan kuat terhadap usaha minyak sawit secara berkelanjutan yaitu Undang-Undang No 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman dan Peraturan Menteri No 07 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. Sedangkan kebijakan yang menghambat atau berpotensi masalah ada 3 (tiga) yaitu Keputusan Menteri No 633/Kpts/OT.140/10/2004 tentang Pedoman Kriteria dan Standardisasi Klasifikasi Kimbun, Peraturan Menteri No 36 Tahun 2009 tentang Persyaratan Penilai Usaha Perkebunan dan Peraturan Menteri No 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, serta 1 (satu) kebijakan yang tidak memiliki pengaruh yaitu Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Permasalahan kebijakan tentang sistem perizinan memperlihatkan bahwa 5 (lima) kebijakan yang memberikan dukungan kuat terhadap usaha minyak sawit yang berkelanjutan yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, Peraturan Menteri No 28 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib dilengkapi dengan AMDAL dan Keputusan Menteri No 357/Kpts/Hk.305/5/2002 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Sedangkan kebijakan yang menghambat atau berpotensi konflik ada 2 (dua) yaitu Keputusan Menteri No 759/Kpts/Um/10/1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Propinsi DATI 1 Kalimantan Tengah seluas 15.300.000 ha dan Peraturan Menteri No 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Urutan permasalahan ketiga yaitu penanaman pada lahan gambut menghasilkan 3 (tiga) kebijakan yang memberikan dukungan kuat terhadap usaha minyak sawit yang berkelanjutan yaitu Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Peraturan Menteri No 14 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit. Kebijakan yang menghambat atau berpotensi konflik ada 2 (dua) yaitu Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dan Keputusan Menteri No 323/Menhut-II/2011 tentang Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain. Sedangkan kebijakan yang tidak berpengaruh ada 1 (satu) yaitu Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Permasalahan kebijakan yang terakhir adalah keterbatasan tenaga auditor yang memiliki kompetensi hanya terdapat 2 (dua) kebijakan yang mendukung usaha minyak sawit secara berkelanjutan yaitu Keputusan Menteri No 633/Kpts/OT.140/10/2004 tentang Pedoman Kriteria dan Standardisasi Klasifikasi Kimbun dan Peraturan Menteri No 07 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. Dampak kebijakan pada sistem penilaian klasifikasi perkebunan terhadap produksi minyak sawit yang berkelanjutan, dari 6 (enam) kebijakan yang dikaji, terdapat 5 (lima) kebijakan yang mendukung produksi minyak sawit yang berkelanjutan dan 1 (satu) kebijakan yang menghambat peningkatan produksi minyak sawit. Pada sistem perizinan terhadap peningkatan produksi minyak sawit terdiri dari 7 (tujuh) kebijakan yang terkait, terdapat 4 (empat) kebijakan yang mendukung, 2 (dua) kebijakan yang tidak berpengaruh dan 1 (satu) kebijakan yang berpotensi menghambat peningkatan produksi minyak sawit. Pada penggunaan lahan gambut terhadap peningkatan produksi minyak sawit terdiri dari 6 (enam) kebijakan yang dikaji, terdapat 4 (empat) kebijakan yang mendukung dan 2 (dua) kebijakan yang menghambat produksi minyak sawit. Sedangkan pada kebijakan tenaga auditor dari 2 (dua) kebijakan yang terkait, semuanya menghambat produksi minyak sawit secara berkelanjutan. Dari total 21 kebijakan yang dibahas, terdapat 14 kebijakan yang mendukung, 6 (enam) kebijakan yang menghambat dan 1 (satu) kebijakan yang tidak berpengaruh pada peningkatan perekonominan nasional. Kontribusi minyak sawit bagi perekonomian lokal dan petani kecil kelapa sawit menyediakan lapangan kerja untuk banyak petani kecil, dengan lebih dari 6,7 juta ton kelapa sawit dihasilkan oleh petani kecil pada 2008. Tahun 2006, sekitar 1,7 hingga 2 juta orang bekerja di industri kelapa sawit. Kebijakan yang mendukung aspek lingkungan ada 15, kebijakan yang menghambat ada 5 (lima) dan kebijakan yang tidak berpengaruh ada 1 (satu). Kebijakan yang menghambat adalah pembukaan pada lahan gambut karena dampak emisi karbon dan rumah kaca. Namun sampai saat ini belum ada defenisi dan perhitungan yang pasti tentang emisi karbon. Pada 2008, kontribusi relatif emisi CO2 global dari penggundulan hutan dan penyusutan hutan diperkirakan sekitar 12 persen. Pada kebijakan aspek sosial ada 14 kebijakan yang mendukung, 6 (enam) kebijakan yang menghambat dan 1 (satu) kebijakan yang tidak berpengaruh terhadap aspek sosial masyarakat. Khususnya bermula dari perizinan, konflik kepemilikan lahan sering menjadi konflik yang berkepanjangan yang terkait dengan kepemilikan lahan di ladang minyak sawit yang menyebabkan masalah sosial yang terus-menerus; tentang siapa yang memiliki hak untuk memiliki, menggunakan dan mengelola daerah antara masyarakat lokal/adat dan perusahaan. Berdasarkan hasil analisis kebijakan, dirumuskan beberapa strategi kebijakan sebagai rekomendasi sebagai solusi masalah kebijakan tersebut yaitu : Merevisi Keputusan Menteri Pertanian No 633/Kpts/OT.140/10/2004 tentang Pedoman Kriteria dan Standardisasi KIMBUN; Menghapus Keputusan Menteri Pertanian No 759/Kpts/Um/10/1982 tentang Penunjukan Areal Hutan Wilayah Propinsi DaTi I Kalimantan Tengah seluas 15.300.000 ha; Mengganti Peraturan Menteri Pertanian No 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia menjadi Peraturan Pemerintah atau serendah-rendahnya Keputusan Presiden; Merevisi dan atau menghapus kebijakan pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat termasuk dana retribusi khusus atau dana lobi untuk memperoleh perizinan daerah (politisasi perizinan) seperti Perda No 2 Tahun 2005 Provinsi Jawa Tengah; Kementerian Lingkungan Hidup membuat kebijakan tentang prosedur pemanfaatan lahan gambut yang menjadi panduan bagi seluruh instansi dan pemangku kepentingan perkelapa sawitan; Kementerian Perdagangan harus ikut andil dalam mendorong usaha minyak sawit yang berkelanjutan dengan membuat kebijakan tentang minyak sawit hanya boleh diekspor apabila berasal dari perkebunan yang sudah bersertifikat berkelanjutan untuk mencegah isu negatif dan menjaga kepercayaan konsumen terhadap produksi minyak sawit Indonesia; Pemerintah memberikan insentif dan penambahan dana yang diambil dari sebagian pajak ekspor minyak sawit untuk melatih lebih banyak tenaga auditor yang berkualitas dan bersertifikasi nasional; Penyelarasan Rencana Tata Ruang Wilayah dengan Tata Ruang Nasional; Menyamakan persepsi atas pengertian lahan gambut bagi seluruh pemangku kepentingan dan melakukan penelitian dengan metode yang sama tentang lahan gambut dan metode penghitungan emisi karbonnya; Memanfaatkan hutan terdegradasai untuk pembukaan lahan.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Palm oil, plantations, policies, sustainable palm oil production, government. Minyak sawit, Kebijakan, Produksi, Perkebunan, Pembangunan berkelanjutan, Pemerintah.
Subjects: Manajemen Produksi dan Operasi
Depositing User: Staff-8 Perpustakaan -
Date Deposited: 12 May 2012 04:49
Last Modified: 23 Jun 2020 02:36
URI: http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/1449

Actions (login required)

View Item View Item