Analisis kinerja rantai pasok agribisnis sapi potong (studi kasus pada pt. kariyana gita utama, jakarta)

Fatahilah, Yayat Hidayat (2010) Analisis kinerja rantai pasok agribisnis sapi potong (studi kasus pada pt. kariyana gita utama, jakarta). Masters thesis, Institut Pertanian Bogor.

[img]
Preview
Text
8EK-01-Yayat-Cover.pdf - Published Version

Download (346kB)
[img]
Preview
Text
8EK-02-Yayat-Abstrak.pdf - Published Version

Download (312kB)
[img]
Preview
Text
8EK-03-Yayat-RingkasanEksekutif.pdf - Published Version

Download (329kB)
[img]
Preview
Text
8EK-04-Yayat-DaftarIsi.pdf - Published Version

Download (320kB)
[img]
Preview
Text
8EK-05-Yayat-Pendahuluan.pdf - Published Version

Download (678kB)
[img] Text
Tesis.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB)
Official URL: http://elibrary.mb.ipb.ac.id

Abstract

Pemasaran produk-produk peternakan di Indonesia mengalami transformasi yang sangat cepat sebagai respon adanya peningkatan pendapatan, perubahan gaya hidup, industrialisasi, globalisasi dan perkembangan teknologi informasi yang cepat. Pada intinya konsumen semakin menuntut produk yang murah, cepat dan berkualitas. Pendekatan suplly chain management (SCM) diyakini akan mampu meningkatkan efektifitas setiap rantai distribusi dari produsen, pengolah, pedagang besar dan eceran, sehingga menjamin produk sesuai tuntutan konsumen (Daryanto, 2009). Aspek fundamental yang perlu diperhatikan dalam SCM adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok secara holistik. Sistem pengukuran kinerja (performance measurement system) sangat diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkah-langkah ke depan baik pada level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst, 2006). Kaplan dan Norton (1996) mengembangkan konsep Balanced Scorecard, yaitu suatu metode yang mencoba mengukur kinerja suatu perusahaan dari berbagai perspektif, tidak hanya dari perspektif keuangan saja, tetapi juga dari perspektif yang lain yaitu perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Baghwat dan Sharma (2007) melakukan pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard yang diintegrasikan dengan model AHP untuk penentuan bobot masing-masing perspektif. Observasi terhadap rantai pasok sapi potong dilakukan untuk mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang sering muncul dalam manajemen rantai pasok dan nilai tambah pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok sapi potong. Kegiatan manajemen rantai pasok merupakan bagian kegiatan dari rantai nilai (value chain) sehingga perbaikan manajemen rantai pasok akan berimplikasi positif pada rantai nilai tambah. Rantai nilai yang efektif akan memicu keunggulan nilai (value advantage) dan keunggulan produksi (productivity advantage) yang pada akhirnya meningkatkan keunggulan kompetitif. Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perancangan pengukuran kinerja manajemen rantai pasok sapi potong yaitu: 1) Gambaran struktur rantai pasokan sapi potong, 2) Analisis nilai tambah agribisnis sapi potong di tingkat produsen dan distributor, 3) Pengukuran kinerja manajemen rantai pasok sapi potong di tingkat produsen. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU), Jakarta dengan lokasi feedlot di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT. KGU merupakan perusahaan pelopor di bidang penggemukan sapi dengan sistem feedlot di Indonesia. Selama ini pengukuran kinerja yang dilakukan PT KGU hanya berfokus pada segi finansial saja, yaitu peningkatan keuntungan dan belum menyentuh pada aspek-aspek lain yang dapat dapat menunjang peningkatan keuntungan tersebut. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan April 2010 sampai dengan Juli 2010. Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan rantai pasokan di PT. KGU. Pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : survey lapangan, wawancara, opini pakar dan studi pustaka. Dalam penelitian ini digunakan tiga pendekatan yaitu (1) analisis deskriptif menggunakan metoda Asian Productivity Organization (APO) untuk melihat mekanisme dan model rantai pasok sapi potong, (2) analisis nilai tambah (value added) menggunakan metoda Hayami untuk melihat sebaran nilai tambah pada beberapa anggota rantai pasok sapi potong, dan (3) pengukuran kinerja rantai pasokan pada PT KGU menggunakan model Balanced Scorecard yang diintegrasikan dengan metoda Fuzzy AHP. Anggota primer dalam rantai pasok sapi potong terdiri pemasok sapi bakalan, PT KGU dan distrubutor, sedangkan anggota sekunder terdiri dari pihak-pihak penyedia jasa antara lain seperti Rumah Potong Hewan (RPH) dan penyedia jasa angkutan. Terdapat enam model rantai pasok sapi potong yang ditemukan di lapangan, namun secara umum mekanisme rantai pasok sapi potong pada penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut : Pemasok Sapi Bakalan (Importir dan Pedagang Sapi) à PT KGU (Produsen/Feddloter) à Distributor (Pedagang Perantara, Pedagang Pemotong dan Pedagang Pengecer) à Konsumen Akhir. Hasil pengkajian fenomena model rantai pasokan sapi potong di lingkungan perusahaan, terdapat kecenderungan bahwa struktur model rantai pasokannya dipengaruhi oleh anggota rantai yang terlibat di dalamnya, aturan main atau sistem yang dibangun diantara pelaku rantai pasok, lokasi konsumen dan kualitas sapi potong yang diperdagangkan. Perbedaan tersebut mendorong timbulnya segmen-segmen pasar tertentu bagi masing-masing model rantai pasokan. Hal tersebut diharapkan menjadi modal yang baik untuk mewujudkan rantai pasokan yang efisien, namun demikian dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak hambatan dan kendala. Analisa nilai tambah di tingkat produsen (PT KGU) pada proses penggemukan sapi bakalan kategori Feeder, menunjukkan bahwa sapi jenis Feeder Bull menghasilkan rasio nilai tambah terbesar yaitu 9,20%, diikuti Feeder Steer 7,09% dan Feeder Haifer 6,98%. Memperhatikan hasil tersebut, maka kebijakan perusahaan yang menetapkan besaran persentase jenis sapi feeder pada proses penggemukan dengan kompoisisi : Bull 50%, Steer 30% dan Haifer 20%, dinilai telah tepat. Komposisi tersebut akan memberikan keuntungan yang optimal sekaligus disesuaikan dengan kemampuan daya beli dan permintaan konsumen. Dari hasil perhitungan analisa tambah proses distribusi sapi potong oleh tiga lembaga, yaitu pedagang perantara (bandar), pedagang pemotong, dan pedagang pengecer, diperoleh hasil bahwa nilai tambah terbesar diperoleh pedagang pemotong yaitu sebesar Rp 2.714,34 per kg, diikuti pedagang pengecer sebesar Rp 1.735,98 per kg dan pedagang perantara (bandar) sebesar Rp 723,88 per kg, dengan rasio nilai tambah masing-masing pedagang pemotong sebesar 10,44%, pedagang pengecer sebesar 3,54% dan pedagang perantara (bandar) sebesar 3,16%. Perhitungan nilai tambah pada tingkat distributor menunjukkan bahwa nilai tambah belum tersebar secara merata dan proporsional, sehingga dikhawatirkan akan mengganggu efektifitas rantai pasokan ke tangan konsumen. Implikasi dari kondisi ini bahwa pelaksanaan manajemen rantai pasok sapi potong memerlukan adanya pembagian keuntungan dan resiko yang adil agar dapat senantiasa menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Hasil penilaian bobot kepentingan perspektif Balanced Scorecard yang diintegrasikan Fuzzy AHP oleh responden ahli, menghasilkan bobot untuk masing-masing perspektif yaitu : Keuangan 46,80%, Pelanggan 28,30%, Proses Bisnis Internal 21,70% serta Pembelajaran dan Pertumbuhan 3,20%. Selanjutnya pengukuran kinerja rantai pasokan sapi potong dengan pendekatan Balanced Scorecard dengan merujuk data target dan pencapaian tahun 2009, menunjukkan pencapaian kinerja perusahaan secara total sebesar 88,05% (kategori cukup baik), dengan pencapaian tertinggi tertinggi pada perspektif pelanggan sebesar 107,10% dan pencapaian terendah pada perspektif keuangan sebesar 78,97%. Terdapat hal menarik yang patut dicermati pada pencapaian kinerja pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2007-2008. Pada tahun 2009, peningkatan kinerja pada perspektif non keuangan memberikan efek yang terbalik pada kinerja keuangan. Meskipun terjadi peningkatan pencapaian kinerja perspektif pelanggan dan proses bisnis internal, namun pencapaian kinerja keuangan tahun 2009 menunjukkan penurunan. Ada 4 (empat) hal yang dapat menjelaskan fenomena anomali pencapaian kinerja pada tahun 2009, yaitu komposisi sapi bakalan yang diterima dari pemasok tidak ideal, kenaikan suku bunga bank, keterlambatan penerimaan modal kerja oleh perusahaan, dan peningkatan beban biaya operasional perusahaan. Beberapa hambatan pada pelaksanaan rantai pasok sapi potong yang teridentifikasi yaitu ketidakpastian jaminan pasokan sapi bakalan, kerjasama antar pelaku usaha yang masih kurang, arus informasi yang tidak lancar. Selain menyebabkan pengembangan rantai pasokan terhambat, juga menyebabkan mekanisme rantai pasokannya menjadi tidak lancar. Untuk itu, dirumuskan beberapa rekomendasi yang diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang ada. Rekomendasi-rekomendasi tersebut meliputi kolaborasi antar anggota rantai pasokan, pengembangan sistem informasi, dan peningkatan kinerja internal rantai pasokan perusahaan.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: performance measurement, supply chain, balanced scorecard, beef cattle, PT Kariyana Gita Utama. pengukuran kinerja, rantai pasok , balanced scorecard, sapi potong, PT Kariyana Gita Utama
Subjects: Manajemen Produksi dan Operasi
Depositing User: SB-IPB Library
Date Deposited: 13 Mar 2014 04:28
Last Modified: 14 Mar 2023 02:56
URI: http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/1711

Actions (login required)

View Item View Item