Pahan, Iyung (2011) Pengembangan klaster industri kelapa sawit di indonesia. Doctoral thesis, Institut Pertanian Bogor.
![]()
|
PDF
4DM-01-Iyung-Cover.pdf - Published Version Download (197kB) |
|
![]()
|
PDF
4DM-02-Iyung-Abstrak.pdf - Published Version Download (67kB) |
|
![]()
|
PDF
4DM-03-Iyung-RingkasanEksekutif.pdf - Published Version Download (89kB) |
|
![]()
|
PDF
4DM-04-Iyung-DaftarIsi.pdf - Published Version Download (93kB) |
|
![]()
|
PDF
4DM-05-Iyung-BabIPendahuluan.pdf - Published Version Download (80kB) |
Abstract
Perkebunan kelapa sawit menghasilkan bahan mentah berupa tandan buah segar (TBS) yang diolah di pabrik menjadi bahan setengah jadi seperti minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Bahan setengah jadi diolah menjadi produk akhir (edible dan non-edible) pada industri pengolahan hilir sehingga memberikan nilai tambah finansial. Kontribusi ekspor produk klaster minyak dan lemak terhadap perekonomian Indonesia secara makro pada tahun 2010 adalah USD 16,4 milyar. Aglomerasi industri kelapa sawit Indonesia di Sumatra dan Kalimantan telah tumbuh dengan pesat sejak dekade tahun 1980-an tetapi belum berkembang menjadi sistem agribisnis yang kuat. Adanya struktur dispersal dan asimetris serta integrasi horisontal pada setiap tingkatan mata rantai pasokan menyebabkan pertumbuhan industri kelapa sawit Indonesia lambat dan distribusi pendapatan antar mata rantai pasokan tidak merata. Masalah transmisi (pass through problem) menyebabkan informasi pasar (preferensi dan harga pasar), ilmu pengetahuan dan teknologi, serta modal investasi sektor hilir, menjadi lambat ditransmisikan ke sektor hulu. Preferensi konsumen tidak sampai dengan cepat ke seluruh rantai pasokan sehingga atribut produk menjadi tidak konsisten dan cenderung mendistorsi pasar. Adanya masalah penikmat bebas (free raider) antar-mata-rantai pasokan menciptakan dis-insentif inovasi. Kondisi tersebut menyebabkan industri kelapa sawit Indonesia terlalu lama jalan ditempat pada fase awal perkebunan (factor-driven) dan terlambat masuk ke fase industri hilir yang capital-driven dan innovation-driven. Pembinaan mata rantai pasokan industri kelapa sawit Indonesia yang terfragmentasi pada beberapa departemen teknis, menyebabkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia relatif lemah jika dinilai dari tingkat produktivitas hasil MKS/ha, dimana produktivitas nasional Indonesia tahun 2009F lebih rendah 13,6% dibandingkan Malaysia. Keunggulan komparatif industri kelapa sawit Indonesia hanya mengandalkan murahnya biaya produksi yang disebabkan oleh rendahnya upah tenaga kerja serta faktor endowment seperti ketersediaan lahan, yang semakin berkurang dan merupakan ancaman terhadap keunggulan daya saing industri kelapa sawit Indonesia di masa yang akan datang. Klaster industri adalah konsentrasi perusahaan-perusahaan dalam satu atau beberapa industri, yang mendapat manfaat dari sinergi yang diciptakan oleh jejaring kerja yang padat antara para pesaing, pembeli, pemasok, dan penyedia jasa. Klaster membuat investasi menjadi lebih efisien, memperkuat pasar domestik dan provisi jasa, serta meningkatkan pendapatan melalui mekanisme limpasan pengetahuan (knowledge spillover). Evolusi fenomena klaster mensyaratkan paling tidak adanya tiga dimensi utama untuk mendifinisikan klaster, yaitu adanya: (1) kedekatan geografis, (2) jejaring kerja inter-perusahaan, dan (3) jejaring kerja kelembagaan atau inter-organisasi. Kontribusi utama klaster industri bukanlah pada peningkatan skala ekonomi semata, tetapi lebih pada penciptaan solusi terhadap eksternalitas Marshalian, seperti teknologi, infrastruktur dan eksternalitas terkait standar yang biasanya tidak ditangani secara tepat di negara berkembang karena terjadinya kegagalan koordinasi. Berdasarkan pengalaman klaster industri di negara maju, peningkatan daya saing dapat dilakukan melalui efisiensi organisasi lokal berbasis mutu, disain, kecepatan inovasi dan kecepatan respon. Walaupun demikian, selain respon klaster industri yang baik terhadap permintaan rantai-nilai global, kemampuan klaster industri di negara berkembang dalam meningkatkan daya saing masih dipertanyakan karena umumnya lebih berorientasi pada sisi pasokan (pelatihan, kredit, bahan baku, teknologi) dan kurang fokus pada sisi permintaan. Upaya menyeimbangkan sisi pasokan dan sisi permintaan dalam meningkatkan daya saing klaster industri sulit dilaksanakan karena besarnya godaan untuk melakukan intervensi kebijakan industri yang "keras" seperti subsidi klaster dan insentif fiskal. Intervensi khusus seperti memberikan grant yang sesuai atau investasi infrastruktur, merupakan usulan yang bermanfaat dalam mengatasi kegagalan koordinasi lokal-global yang akan muncul di dalam klaster. Perumusan masalah dalam penelitian ini dieksplorasi dengan pertanyaan manajemen: Bagaimana proses pengembangan klaster industri kelapa sawit, jejaring kerja, dan integrasi rantai pasokan dengan kendala daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis Indonesia? Perumusan masalah manajemen ini diinvestigasi secara empiris dari agregasi pendapat para pakar dan praktisi industri kelapa sawit di Riau dan Sumatra Utara, yaitu: (1) Bagaimana pengaruh daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis terhadap kinerja klaster industri kelapa sawit Indonesia? (2) Bagaimana pengaruh infrastruktur pendukung terhadap kinerja klaster industri kelapa sawit Indonesia?; (3) Bagaimana pengaruh integrasi rantai pasokan terhadap kinerja klaster industri kelapa sawit Indonesia?; (4) Bagaimana pengaruh penurunan biaya transaksional terhadap kinerja klaster industri kelapa sawit Indonesia?; dan (5) Bagaimana pengaruh jejaring kerja terhadap kinerja klaster industri kelapa sawit Indonesia?; Tujuan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan strategik hibrida teori organisasi industri (IO) dan teori pandangan berbasis sumberdaya (RBV) dalam membangun klaster industri kelapa sawit masa depan dengan kendala daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis Indonesia sebagai kajian akademik untuk memberi masukan bagi para pembuat kebijakan (Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Pemerintah Daerah, serta para pemangku kebijakan yang berkaitan). Penelitian ini bertujuan membuat kebijakan dan strategi pengembangan klaster industri yang mampu menurunkan biaya transaksi dan meningkatkan pengaruh jejaring kerja guna menciptakan sinergi yang mampu menurunkan harga pokok penjualan (biaya marginal) dan meningkatkan kinerja klaster industri kelapa sawit Indonesia melalui pengungkit teknologi berbasis kinerja inovasi. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) Mencari diskriminan pengaruh daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis terhadap kinerja masa depan klaster industri kelapa sawit Indonesia, (2) Mengukur pengaruh infrastruktur pendukung terhadap kinerja masa depan klaster industri kelapa sawit Indonesia, (3) Mengukur pengaruh integrasi rantai pasokan terhadap kinerja masa depan klaster industri kelapa sawit Indonesia, (4) Menganalisis pengaruh penurunan biaya transaksi terhadap kinerja masa depan klaster industri kelapa sawit Indonesia, dan (5) Menganalisis pengaruh jejaring kerja terhadap kinerja masa depan klaster industri kelapa sawit Indonesia. Penelitian kuasi-kuantitatif ini menggunakan proses jejaring analitik (ANP, analytical network process) dan analisis deskriptif untuk menilai kinerja klaster industri. Wawancara secara mendalam (in-depth interview) dilakukan dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia (MAKSI) untuk memverifikasi dan memvalidasi konstruk model ANP. Pengambilan data primer dilakukan dengan survei berupa proses pengukuran pendapat para pakar menggunakan wawancara terstruktur dengan alat pengukuran berupa kuesioner guna mentransformasi pengetahuan tacit para responden menjadi pengetahuan eksplisit. Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling yang terdiri dari 30 orang pakar atau praktisi dari seluruh rantai pasokan industri kelapa sawit di Sumatra Utara dan Riau, yaitu pemasok (penghasil benih), perkebunan (swasta nasional, swasta asing, negara), prosesor (refinery, oleochemical, biofuel), pemasar (consumer good) dan subsistem pendukung (lembaga penelitian, universitas, perbankan), serta asosiasi industri (GAPKI, MAKSI, APOLIN). Data primer dibangkitkan melalui kuesioner dengan penilaian super-matriks yang tediri dari masing-masing 62 kerangka (frame) dan 320 perbandingan berpasangan (pairwise comparison) pada kondisi saat ini dan kondisi ideal (masa depan) berdasarkan skor menurut skala kepentingan Saaty (1-9). Pengolahan super-matriks dilakukan dengan perangkat lunak Super Decisions versi 2.0.8. sehingga menghasilkan super-matriks tidak terbobot (unweighted super-matrix), super-matriks terbobot (weighted super-matrix), dan super-matriks pembatas (limiting super-matrix). Pengendalian mutu data penelitian ini dilakukan dengan penetapan indeks konsistensi (CR) < 10% dan melihat kesamaan pendapat para pakar berdasarkan Kendall's Coefficient of Concordance. Dari titik pandang para praktisi pada kondisi saat ini, kinerja klaster industri kelapa sawit pada kondisi ideal di masa depan akan ditentukan oleh perbaikan daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis yang going concern sejak fase awal pengembangan klaster sampai dengan fase pengembangan lanjut klaster (bobot total 34,94%). Daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis (competitiveness cube) menentukan status integrasi rantai pasokan dan infrastruktur pendukung dalam penentuan kinerja klaster industri. Pembangunan kinerja klaster industri memerlukan landasan kuat dalam perbaikan daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis yang termanifestasi secara teknis pada pembangunan infrastruktur pendukung yang menfasilitasi terjadinya integrasi rantai pasokan. Diskriminan pengaruh daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis terhadap kinerja klaster industri kelapa sawit pada saat ini adalah efisiensi infrastruktur (bobot 8,35%, peringkat 4) dan efisiensi pemerintahan (bobot 4,71%, peringkat 11). Diskriminan pengaruh daya saing lingkungan ekonomi dan bisnis terhadap kinerja klaster industri kelapa sawit pada kondisi ideal masa depan adalah efisiensi bisnis (bobot 9,24%, peringkat 3) dan kinerja ekonomi (bobot 8,33%, peringkat 4). Pembangunan infrastruktur pendukung klaster industri merupakan prioritas utama saat ini (bobot 37,02%) dan peranannya berkurang menjadi 22,40% pada kondisi ideal, yang menegaskan pembangunan infrastruktur pendukung merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan kinerja klaster industri di masa depan. Fokus utama pembangunan infrastruktur pendukung klaster yang harus dilakukan saat ini adalah pembukaan dan peningkatan akses terhadap lembaga keuangan (bobot 9,48%, peringkat 2), pembangunan infrastruktur fisik di dalam klaster industri yang menghubungkan wilayah inti (core) dan wilayah penyangga (bobot 9,20%, peringkat 3), serta pembangunan ketersediaan bakat/sumberdaya manusia (bobot 7,86%, peringkat 5). Setelah pembangunan infrastruktur pendukung dilaksanakan dalam waktu minimum sepuluh tahun, prioritas pembangunan infrastruktur pada kondisi klaster industri masa depan akan berkurang dan menjadi lebih fokus pada pembangunan kelembagaan techno-preneur (bobot 6,47%, peringkat 5). Keberhasilan pembangunan klaster industri kelapa sawit Indonesia ditentukan oleh pembangunan infrastruktur pendukung dan terjadinya integrasi rantai pasokan pada fase awal pengembangan klaster. Pembangunan infrastruktur pendukung akan memfasilitasi munculnya kedekatan geografis antar-daerah inti (core) dengan daerah penyangga (periphery) secara struktural sehingga menimbulkan pengaruh (eksternalitas) jejaring kerja yang akan meningkatkan kepercayaan dan kerjasama antar-perusahaan yang menciptakan keterkaitan melalui integrasi rantai pasokan. Pada fase awal pengembangan klaster, rantai pasok perkebunan (bobot 10,23%, peringkat 1) merupakan motor penggerak utama integrasi rantai pasok dengan keterkaitan ke depan (upward linkage) pada rantai pasok industri hilir/prosesor (bobot 6,62%, peringkat 9) dan rantai pasok pemasar (bobot 6,33%, peringkat 10). Pada kondisi klaster industri ideal di masa depan, kinerja klaster dihasilkan dari: (1) 57,81% pengaruh (eksternalitas) jejaring kerja (bobot 20,20%, peringkat 1), dan (2) 42,19% penurunan biaya transaksi (bobot 14,74%, peringkat 2). Biaya transaksi dan pengaruh jejaring kerja dapat digunakan untuk mengukur kinerja klaster industri melalui mekanisme peningkatan kinerja inovasi. Inovasi adalah gabungan proses penemuan dan eksploitasi melalui pengungkit teknologi yang mentransfer hasil litbang menjadi produksi skala industri. Penurunan biaya transaksi merupakan komponen utama terciptanya aglomerasi industri yang menarik investor masuk ke suatu wilayah karena rata-rata biaya investasi yang lebih murah di wilayah tesebut dibandingkan dengan wilayah lain. Aglomerasi industri yang membawa peningkatan produktivitas mengalami transformasi menjadi klaster industri jika konsentrasi geografis industri yang saling terkait mampu melakukan koordinasi melalui jejaring kerja. Kinerja inovasi yang menurunkan harga pokok penjualan merupakan fungsi dari kompetensi jejaring kerja dan lokasi jejaring kerja di dalam klaster industri. Keberhasilan kinerja klaster industri dalam jangka panjang lebih ditentukan oleh pengaruh jejaring kerja ketimbang penurunan biaya transaksi. Penerapan kebijakan klaster industri harus disesuaikan dengan konteks keunggulan komparatif suatu negara. Tantangan utama kebijakan pengembangan klaster industri di negara berkembang seperti Indonesia adalah transformasi embrio klaster yang terbaik dan/atau yang kurang memiliki karakteristik keterkaitan (linkages) menjadi klaster industri yang berhasil. Kebijakan harus bertujuan menciptakan pelbagai jenis keterkaitan di dalam klaster, atau antara klaster dengan pasar, sehingga klaster dapat menemukan jalan untuk meningkatkan dirinya. Berdasarkan dimensi lingkungan penyama (enabling environment) daya saing industri kelapa sawit Indonesia, hal-hal yang memerlukan prioritas penanganan saat ini dengan segera adalah: (1) Ketersediaan dan efisiensi infrastrukur yang kurang memadai, (2) Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan kualitas birokrasi yang kurang efisien (efisiensi pemerintahan), (3) Kemudahan masuk dan keluar dari industri, (4) Biaya berbisnis atau investasi karena kesulitan dalam akses permodalan/pembiayaan, dan (5) Kurangnya perhatian dalam pengembangan Litbang sebagai pengungkit teknologi untuk meningkatkan kinerja klaster industri. Insentif yang telah diberikan pemerintah terhadap subsektor kelapa sawit selama ini belum berhasil membuat program hilirisasi kelapa sawit berjalan karena adanya kegagalan koordinasi. Pada kondisi Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif dalam perkebunan (industri hulu) kelapa sawit. Jika produsen industri kelapa sawit berhasil melakukan koordinasi, kemudian lembaga-lembaga tersebut ber-evolusi dalam melakukan tindakan bersama, maka industri akan berhasil mengatasi tantangan kompetitif sehingga mampu meningkatkan daya saing industri kelapa sawit dan meningkatkan nilai tambah produk. Instrumen hilirisasi industri kelapa sawit Indonesia melalui pengembangan klaster industri diharapkan dapat memecahkan empat issue utama terkait industri kelapa sawit Indonesia, yaitu: (1) Pencapaian target produksi MKS 40 juta ton pada tahun 2020, (2) Implikasi perubahan spasial karena terjadinya pergeseran basis produksi bahan baku dari Sumatra menjadi Sumatra dan Kalimantan, (3) Implikasi perubahan komposisi perkebunan besar dan perkebunan rakyat (50% : 50%) terhadap pemberdayaan masyarakat, dan (4) Aspek lingkungan hidup. Melalui prognosis proses jejaring kerja analitik lembaga klaster, koordinasi yang dicapai dari satu mata rantai pasokan dapat ditransfer ke rantai pasokan lain dengan keunggulan komparatif yang semakin kuat. Implikasi kebijakan yang perlu dibuat adalah kebijakan yang mampu membangun dan memperkuat koordinasi di dalam sektor dan klaster ketimbang pola spesialiasi ekonomi. Implikasi bisnis dari penelitian ini menegaskan pentingnya infrastruktur pendukung merupakan prasyarat keberhasilan klaster industri sebagai hal yang kritis bagi inisiatif kebijakan Kementrian Perindustrian dalam penerapan struktur tata-kelola (agen) klaster industri kelapa sawit. Jejaring kerja sebagai bagian kinerja klaster industri membutuhkan tata-kelola sebagai pengelola di dalam jejaring kerja, dan kemudian menjadi pengelola jaringan kerja. Kompetensi khusus dibutuhkan untuk mengelola inisiasi proses pembangunan klaster oleh pemerintah yang akan dilanjutkan d
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Daya Saing, Klaster Industri, Kelapa Sawit, ANP (Analytic Network Process), Indonesia. Competitiveness, Industrial Cluster, Oil Palm, ANP (Analytic Network Process), Indonesia. |
Subjects: | Manajemen Agribisnis |
Depositing User: | SB-IPB Library |
Date Deposited: | 19 May 2014 06:46 |
Last Modified: | 02 May 2016 06:23 |
URI: | http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/1903 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |