Nainggolan, Gomos Yohanes (2007) Kajian strategi peningkatan mutu buah manggis (garcinia mangostan l). Masters thesis, Institut Pertanian Bogor.
![]()
|
PDF
R34-01-Gomos-Cover.pdf - Published Version Download (348kB) |
|
![]()
|
PDF
R34-02-Gomos-Abstrak.pdf - Published Version Download (314kB) |
|
![]()
|
PDF
R34-03-Gomos-RingkasanEksekutif.pdf - Published Version Download (329kB) |
|
![]()
|
PDF
R34-04-Gomos-DaftarIsi.pdf - Published Version Download (335kB) |
|
![]()
|
PDF
R34-05-Gomos-Pendahuluan.pdf - Published Version Download (344kB) |
Abstract
Visi pertanian 2005 – 2009 adalah “terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing produk pertanian, serta peningkatan kesejahteraan petani”. Salah satu cara untuk mencapai visi tersebut adalah dengan menjaga mutu produk pertanian, termasuk buah manggis, agar tetap sesuai dengan keinginan konsumen. Buah manggis Indonesia merupakan komoditas buah uggulan Indonesia yang memiliki nilai ekspor yang tinggi, namun pada saat ini sedang mengalami masalah pada mutunya. Jumlah manggis matang dengan kelopak yang masih utuh dan hijau, bersih dari semut, tidak terdapat getah kuning serta tidak membatu masih terbatas. Oleh karena itu, upaya pengembangan komoditas manggis untuk mendukung visi pertanian adalah salah satunya dengan meningkatkan mutunya. Ketentuan mutu buah manggis di Indonesia, mulai dari penanaman sampai dengan penanganan pasca panen, sesungguhnya telah mengacu pada aturan yang terdapat di dalam standar mutu secara umum, seperti SNI (Standar Nasional Indonesia) dan beberapa persyaratan mutu, seperti GAP (Good Agriculture Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices), SPS (Sanitary and Phytosanitary Measures), serta MRLs (Maximum Residu Limits). Namun dalam penerapannya, sulit untuk dilaksanakan. Penyebabnya ada beberapa hambatan, seperti inkonsistensi petani di hulu dalam menerapkan, infrastruktur dan laboratorium penguji belum siap, keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia) bermutu, dan mekanisme pengawasan dan pemeriksaan ketetapan standar dan syarat mutu oleh lembaga pemerintah belum efektif. Hal ini mengisyaratkan perlunya suatu strategi yang melibatkan stakeholder agribisnis manggis Indonesia untuk peningkatan mutu manggis. Berdasarkan keterangan dari latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yang dapat dikemukakan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana prioritas atribut-atribut mutu buah manggis Indonesia yang dipertimbangkan konsumen, faktor-faktor dominan apakah yang mempengaruhi mutu buah manggis di Indonesia, bagaimana perencanaan mutu yang dapat ditetapkan untuk peningkatan mutu buah manggis Indonesia, bagaimana rumusan strategi peningkatan mutu buah manggis Indonesia sesuai dengan kondisi kekuatan-kelemahan dan situasi peluang-ancaman sistem agribisnis manggis Indonesia, dan bagaimana model struktur sistem dan kelembagaan peningkatan mutu yang dapat dilakukan oleh pelaku-pelaku yang terlibat dalam agribisnis buah manggis Indonesia. Berdasarkan rumusan masalah di atas, dalam penelitian ini ditetapkan beberapa tujuan penelitian. Tujuannya adalah mengidentifikasi dan menentukan prioritas atribut-atribut mutu buah manggis Indonesia yang dipertimbangkan oleh konsumen, mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang dominan mempengaruhi mutu buah manggis di Indonesia, menetapkan perencanaan mutu untuk peningkatan mutu buah manggis Indonesia, merumuskan strategi peningkatan mutu buah manggis Indonesia, dan mengidentifikasi dan menganalisis elemen sistem dan kelembagaan yang utama terlibat dalam peningkatan mutu buah manggis Indonesia. Sementara itu sebagai ruang lingkup, buah manggis yang dikaji adalah buah segar. Penelitian ini mengkaji mengenai peningkatan mutu secara global yang menelaah aspek manajemen operasi dan strategi. Cakupan kajian mulai dari kegiatan on farm, off farm, dan penunjang agribisnis manggis. Sektor on farm diwakili oleh responden petani di Kabupaten Tasikmalaya, sektor off farm diwakili oleh eksportir, dan kegiatan penunjang diwakili oleh pemerintah dan lembaga penelitian dan pengembangan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juli Tahun 2007. Tempat penelitian diwakili oleh Kabupaten Tasikmalaya. Pendekatan penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan para pakar. Data sekunder diperoleh melalui pengkajian dokumentasi dan literatur. Data atribut mutu manggis dengan faktor-faktor dominan akan dihubungkan dengan menggunakan alat analisis QFD (Quality Function Deployment). Tujuan analisis ini untuk menentukan perencanaan mutu. Selanjutnya, data peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan agribisnis manggis Indonesia untuk meningkatkan mutu akan dianalisis dengan teknik analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threats) dan juga dibantu dengan alat evaluasi faktor internal dan eksternal (IFE-EFE). Tujuan analisis ini untuk memformulasikan alternatif-alternatif strategi peningkatan mutu manggis. Beberapa alternatif strategi tersebut, kemudian dianalisis dengan AHP (Analysis Hierarchy Process) untuk mendapatkan satu strategi peningkatan mutu manggis prioritas. Data elemen sistem dan kelembagaan akan dianalisis dengan bantuan alat analisis ISM (Interpretative Structural Modeling). Tujuan analisis ISM ini untuk menstrukturisasi subelemen-subelemen dari elemen sistem dan kelembagaan yang terlibat dalam upaya peningkatan mutu manggis Indonesia. Berdasarkan hasil analisis QFD, atribut mutu manggis yang dipertimbangkan oleh konsumen yang paling prioritas adalah Getah Kuning Tidak Ada baik untuk eksternal maupun internal. Perbandingan atau benchmark antara atribut mutu manggis Indonesia dengan Thailand menunjukkan beberapa atribut mutu lebih lemah dan beberapa lebih unggul. Getah Kuning dan Kulit Buah Mulus dan Bersih merupakan atribut mutu manggis yang lebih lemah. Sedangkan, Bebas Aroma Asing dan Rasa Manis Keasaman merupakan atribut mutu manggis yang lebih unggul. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu manggis dibagi menurut tahapan siklus hidup dari buah manggis, yang terdiri dari: tahap pertanaman, tahap panen dan pasca panen, dan tahap distribusi dan ekspor. Hasil hubungan antara atribut mutu manggis dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya menunjukkan bahwa terdapat enam faktor yang dominan. Keenam faktor tersebut adalah Benih atau Bibit, Air Irigasi, Gudang Penyimpanan Sementara pada panen dan pasca panen, Teknik dan Metode panen dan pasca panen, Kendaraan Angkut, dan Gudang Penyimpanan Sementara pada tahap distribusi dan ekspor. Berdasarkan hasil analisis IFE-EFE (Internal and External Factors Evaluation) menunjukkan bahwa faktor eksternal yang mempunyai bobot paling tinggi adalah negara pesaing utama (Thailand) dan calon pesaing (0,180). Faktor internal yang mempunyai bobot paling tinggi adalah kompetensi SDM masyarakat tani manggis Indonesia (0,138). Menurut hasil evaluasi gabungan antara faktor internal dan eksternal dengan matrik IE (internal-eksternal) menunjukkan bahwa posisi agribisnis manggis untuk meningkatkan mutu manggis berada dalam kotak VIII, yang berarti harvest and divesture atau peningkatan mutu manggis sudah sangat sulit untuk dilakukan. Hasil analisis SWOT menunjukkan alternatif-alternatif strategi peningkatan mutu manggis yang bisa diimplementasikan terdiri dari 8 (delapan) strategi. Namun demikian untuk keperluan analisis penetapan prioritas strategi, kedelapan strategi tersebut dikelompokkan sehingga menjadi tiga strategi utama, yaitu Strategi Pengembangan Kelembagaan Petani Manggis, Strategi Penataan SCM (Supply Chain Management), dan Strategi Pengembangan Teknologi. Hasil analisis dengan AHP menunjukkan bahwa strategi pengembangan kelembagaan petani manggis merupakan strategi prioritas yang bisa direkomendasikan dengan nilai bobot (0,387). Strategi ini membawa implikasi terhadap tujuan prioritas peningkatan mutu manggis yaitu sebagai Daya Tarik Investasi dengan nilai bobot (0,314), aktor priroritas adalah Pemerintah dengan nilai bobot (0,397), dan faktor material dan non-material prioritas adalah Teknologi (0,437) dan Kompetensi SDM tani (0,441). Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa elemen-elemen sistem dan kelembagaan yang dipertimbangkan terdiri dari elemen Pelaku, Tujuan, Kebutuhan, Kendala, Aktivitas, dan Perubahan. Subelemen pelaku kunci utama adalah Direktorat Tanaman Buah (P2), Direktorat Mutu dan Standarisasi (P3), Dinas Pertanian Daearh (P6) Badan Karantina (P9), dan Direktorat Perlidungan Tanaman (P11). Subelemen tujuan kunci utama adalah Peningkatan keterampilan SDM masyarakat tani manggis Indonesia (T2). Subelemen kebutuhan kunci utama adalah Peran Kepemimpinan di Tingkat Pedesaan (B1). Subelemen kendala kunci utama adalah Ignoransi Dari Perumus Kebijakan (K1). Subelemen aktivitas kunci utama adalah Mengembangkan infrastruktur usaha agribisnis manggis (A6), Mengembangkan teknologi usaha tani dan pasca panen (A7), Mengembangkan bibit unggul (A8), Menyelenggarakan kursus atau seminar bagi dinas pertanian daerah dan pemerintah pusat (A9), Merumuskan sistem pengawasan mutu manggis yang mencakup seluruh pelaku usaha manggis (A10), dan Menyelenggarakan penerapan sistem jaminan mutu oleh OKKPD/P (Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah/Pusat) (A11). Subelemen perubahan kunci utama adalah Terbentuknya kelompok tani yang mandiri di lokasi-lokasi pertanaman manggis (R1), Terbentuknya pola manajemen usahatani manggis yang sesuai SOP (Standard Operating Procedures) (R3), Pemberdayaan kawasan masyarakat sekitar lokasi pertanaman manggis (R5), Perluasan kawasan lahan pertanaman komoditas manggis (R6), Penerapan konsep pengelolaan rantai pasokan (SCM) pada agribisnis manggis mulai dari hulu sampai hilir (R7), dan Terbentuknya asosiasi eksportir manggis (R9). Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan metode, implikasi kebijakan yang dapat diberikan terdiri dari tiga poin. Pertama, pengembangan kompetensi SDM (Sumber Daya Manusia) masyarakat tani manggis. Pengembangan kompetensi SDM diarahkan pada tata nilai kemajuan, peningkatan keterampilan, dan pengetahuan. Kedua, pengembangan teknologi dan infrastruktur. Teknologi-teknologi yang perlu dikembangkan adalah pemuliaan benih atau varietas tanaman manggis dan fasilitas pendingin pada gudang penyimpanan sementara dan kendaraan angkut, baik untuk ekspor maupun distribusi dari sentra produksi ke eksportir. Pengembangan infrastruktur, sementara itu, pada agribisnis manggis diarahkan pada perbaikan jalan-jalan transportasi, pasar, dan pembangunan sistem informasi. Ketiga, pengembangan kelembagaan. Pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan koordinasi antar instansi terkait, membangun komunikasi dan mendorong terbentuknya kerjasama. Lembaga penelitian dan pengembangan melalui fungsinya dapat mengembangkan teknologi-teknologi pembibitan, produksi, dan panen dan pasca panen manggis. Selain pengembangan teknologi, lembaga penelitian dan pengembangan ini juga berperan dalam meningkatkan kompetensi pelaku usaha manggis, khususnya petani. Eksportir dengan perannya sebagai pemasar buah manggis perlu melakukan kemitraan yang saling menguntungkan dengan petani. Selain itu juga, eksportir perlu melakukan pembentukan asosiasi eksportir manggis. Lembaga keuangan, termasuk perbankan dan pemilik modal, melalui fungsi intermediasinya dapat memberikan modal usaha kepada para pelaku agribisnis manggis yang mudah di akses dan berbunga ringan ataupun prinsip syariah. Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, Pemerintah pusat dan daerah bekerjasama dan berkoordinasi untuk melaksanakan beberapa kegiatan: (1) Strategi pengembangan kelembagaan petani manggis Indonesia serta melibatkan peran lembaga penelitian dan pengembangan dalam strategi tersebut; (2) Perumusan dan pelaksanaan sistem pengawasan dan jaminan mutu hortikultura, termasuk komoditas manggis, dan (3) Penguatan dana dekonsentrasi dan modal kelompok tani dengan melibatkan pihak perbankan dan pemilik modal. Kedua, kerjasama antar lembaga penelitian dan pengembangan untuk melakukan pengembangan teknologi, khususnya benih dan bibit manggis dan alat pendingin (Cooler/Cooling Box) pada kendaraan angkut. Ketiga, eksportir-eksportir manggis memperkuat bentuk kemitraan dengan para petani dan kelompok tani manggis yang difasilitasi oleh lembaga penelitan dan pengembangan sesuai dengan prinsip saling menguntungkan. Keempat, para petani manggis menggabungkan diri dalam satu wadah kelembagaan kelompok tani. Kelima, untuk penelitian selanjutnya, strategi pengembangan teknologi dan penataan SCM (Supply Chain Management) dapat dikaji dan diteliti lebih lanjut agar semakin menyempurnakan dari penyelenggaran program peningkatan mutu manggis Indonesia, sebagai komoditas ekpor unggulan.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Buah Manggis, Mutu, QFD (Quality Function Deployment), Strategi, Sistem, dan Kelembagaan. |
Subjects: | Manajemen Produksi dan Operasi |
Depositing User: | SB-IPB Library |
Date Deposited: | 22 Dec 2014 04:03 |
Last Modified: | 22 Dec 2014 04:03 |
URI: | http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/2173 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |