Rosdiana, Rina (2007) Strategi pengembangan hutan tanaman industri pulp di propinsi riau. Masters thesis, Institut Pertanian Bogor.
|
Text
R34-01-Rina-Cover.pdf - Published Version Download (394kB) | Preview |
|
|
Text
R34-02-Rina-Abstract.pdf - Published Version Download (311kB) | Preview |
|
|
Text
R34-04-Rina-Daftarisi.pdf - Published Version Download (322kB) | Preview |
|
|
Text
R34-05-Rina-Pendahuluan.pdf - Published Version Download (339kB) | Preview |
|
|
Text
R34-03-Rina-Ringkasaneksekutif.pdf - Published Version Download (325kB) | Preview |
Abstract
Provinsi Riau mempunyai dua pabrik pulp dengan kapasitas besar yaitu PT. Riau Andalan Pulp & Paper dan PT. Indah Kiat Pulp & Paper yang memerlukan kebutuhan bahan baku yang besar pula. Kapasitas terpasang industri pulp di Provinsi Riau mengalami kenaikan dalam lima tahun terakhir sebesar 510.000 ton (tahun 2001-2005). Bahan baku industri pulp di Provinsi Riau masih mengandalkan produksi dari hutan alam yang diperoleh dari kegiatan pembersihan lahan pada kegiatan pembangunan perkebunan maupun kegiatan pembangunan HTI itu sendiri. Produktivitas hutan alam sebagai pemasok bahan baku industri pulp relatif berfluktuasi karena tergantung dari kegiatan konversi hutan alam. Apabila kegiatan pembangunan yang mengonversi hutan telah selesai maka tidak ada lagi pasokan bahan baku dari hutan alam untuk industri pulp, sehingga bahan baku industri mengandalkan hutan tanaman. Kemampuan hutan alam untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp dan kertas semakin berkurang sedangkan hutan tanaman belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp dan kertas di Provinsi Riau. Pada tahun 2004 Provinsi Riau telah terjadi kekurangan bahan baku sebesar 15,15% dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 24,78%. Perkembangan perizinan areal HTI pulp di Provinsi Riau sampai dengan tahun 2005 sebesar 1.202.431 Ha. Dari areal seluas 1.202.431 Ha luas neto yang dapat ditanami sebesar 855.277 Ha. Kemampuan hutan tanaman untuk memasok bahan baku industri dapat dinilai dari realisasi penanaman hutan tanaman pada periode enam tahun terakhir. Pembangunan hutan tanaman pada areal HTI pulp dalam enam tahun terakhir hanya mencapai 47% dari rencana sebesar 767.284 Ha. Rendahnya realisasi penanaman dalam periode di atas mengakibatkan rendahnya kemampuan hutan tanaman untuk memasok bahan baku industri pulp pada periode enam tahun mendatang. Di sisi lain, kebijakan pemerintah (Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 101/Menhut-II/2004 tanggal 24 Maret 2004), menetapkan bahwa pembangunan HTI dipercepat sampai dengan tahun 2009. Artinya bahwa sisa areal hutan tanaman yang belum ditanam harus diselesaikan sampai dengan tahun 2009 dan bahan baku hutan alam dari pembersihan lahan hutan tanaman tidak dapat lagi diandalkan sebagai sumber bahan baku. Mulai tahun 2010 bahan baku industri pulp murni mengandalkan produksi hutan tanaman. Selain itu terdapat kendala dalam pembangunan HTI pulp antara lain belum jelasnya kepastian kawasan, konflik lahan dengan masyarakat, juga adanya perubahan-perubahan aturan kehutanan yang tidak mendukung. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan suatu strategi pengembangan HTI untuk dapat memenuhi bahan baku industri dan menjamin keberadaan serta keberlangsungan industri pulp dan kertas di masa datang guna menjadikannya salah satu sektor yang berperan dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan negara. Penelitian ini bertujuan untuk; menganalisa faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan HTI Pulp di Provinsi Riau, merumuskan alternatif strategi pengembangan HTI Pulp yang dapat diterapkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau dan menentukan strategi prioritas yang dapat direkomendasikan untuk dapat diterapkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Dinas Kehutanan Provinsi Riau pada bulan Januari sampai Maret 2007, dengan metode deskriptif menggunakan analisis internal, analisis eksternal, analisis SWOT (Strength, weaknesses, opportunities, threats) dan analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan strategi prioritas. Berdasarkan hasil identifikasi faktor strategis internal dalam pengembangan HTI pulp di Provinsi Riau diperoleh faktor-faktor yang menjadi kekuatan adalah : 1) Tersedianya areal pencadangan HTI Pulp di Provinsi Riau, 2) Kesesuaian lahan, 3) Lokasi yang mudah dijangkau, 4) Terdapatnya industri pulp dengan kapasitas besar dan 5) Ketersediaan benih dan bibit. Faktor-faktor yang menjadi kelemahan adalah : 1) Sistem monokultur yang rentan terhadap hama, penyakit dan kebakaran hutan, 2) Luasnya areal hutan tanaman relatif sulit untuk diamankan dan dilindungi, 3) Belum tetapnya penataan batas hutan tanaman, 4) Pengelolaan HTI Pulp beresiko tinggi dan 5) HTI pada lahan gambut mudah terbakar. Faktor eksternal yang merupakan peluang meliputi : 1) Permintaan pulp dan kertas yang terus meningkat, 2) Kebijakan Departemen Kehutanan menggalakan HTI, 3) Dukungan internasional terhadap pengelolaan hutan tanaman lestari, 4) Langkanya produk substitusi untuk bahan baku pulp dan kertas dan 5) Teknologi pemuliaan pohon yang sudah berkembang. Faktor eksternal yang merupakan ancaman meliputi : 1) Adanya okupasi lahan, 2) Kebijakan pemerintah yang berubah-ubah, 3) Adanya penataan ruang yang berbeda antara pusat dan provinsi, 4) Harga Bahan Baku Serpih (BBS) ditentukan oleh industri pulp dan kertas (monopoli) dan 5) Biaya sosial relatif tinggi. Berdasarkan matrik IFE (Internal Factor Evaluation) diperoleh total skor terbobot sebesar 2,823. Hal tersebut menunjukkan bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Riau sudah merespon dengan baik faktor-faktor internal dalam pengembangan HTI Pulp di Provinsi Riau. Total nilai skor terbobot di atas 2,5 menggambarkan bahwa suatu organisasi kuat secara internal. Dari hasil evaluasi faktor-faktor eksternal dengan menggunakan matriks EFE diperoleh total skor terbobot 2,372. Hal ini berarti bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Riau dalam upaya pengembangan HTI pulp untuk menjalankan strategi memanfaatkan peluang dan mengantisipasi ancaman di bawah rata-rata. Nilai terbobot dibawah 2,5 menunjukkan bahwa suatu organisasi belum menjalankan strategi secara efektif memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Dari Matriks SWOT diperoleh delapan buah alternatif strategi yaitu : 1) Penerapan percepatan penanaman HTI, 2) Peningkatan produktivitas kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan pasar, 3) Bimbingan teknis penerapan silvikultur intensif, 4) Penetapan standar pengamanan dan perlindungan hutan, 5) Memberikan peran kepada masyarakat secara proporsional dalam pengelolaan hutan tanaman, 6) Penetapan standar harga kayu bahan baku serpih (BBS), 7) Merger bagi perusahaan HTI yang tidak layak, 8) Mengupayakan konsistensi kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Dari delapan strategi yang dikembangkan, untuk menentukan strategi prioritas dilakukan analisa QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Berdasarkan analisa QSPM, penentuan prioritas strategi ditentukan oleh total daya tarik/Total Attactiveness Score (TAS) dari suatu strategi dikalikan dengan bobot yang telah diperoleh dari matrik IFE dan EFE. Hasil TAS dari delapan strategi di atas adalah 5,801 untuk strategi I, 5,905 untuk strategi II, 5,568 untuk srategi III, 5,492 untuk strategi IV, 5,385 untuk strategi V, 5,078 untuk untuk strategi VI, 5,055 untuk strategi VII dan 4,123 untuk strategi VIII. Berdasarkan nilai TAS maka priorita strategi yang perlu dikembangkan adalah strategi II yaitu peningkatan produktivitas kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Penentuan prioritas tersebut hanya merupakan penentuan urutan dari strategi yang akan dikembangkan dan strategi lain juga perlu dilaksanakan untuk mendukung strategi prioritas. Untuk menunjang keberhasilan HTI pulp di Provinsi Riau disarankan kepada Dinas kehutanan Provinsi Riau untuk : 1) Meningkatkan koordinasi secara terus menerus dengan Dinas Kehutanan Kabupaten setempat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sehingga implementasi strategi peningkatan produktivitas kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan pasar dapat terwujud, 2) Berperan aktif sebagai mediator antara perusahaan dan masyarakat, keterlibatan masyarakat perlu diatur sedemikian rupa, tugas dan tanggung jawabnya serta hak dan kewajibannya dari perencanaan sampai dengan pasca panen secara proporsional dalam pengelolaan hutan tanaman sehingga adanya konflik dengan masyarakat dapat dihindari, 3) Berperan aktif dalam hal pelaksanaan tata batas tetap di lapangan bagi perusahaan-perusahaan HTI pulp. Hal ini dimaksudkan untuk memantapkan kawasan hutan tanaman yang bertujuan untuk mewujudkan kepastian status hukum kawasan hutan tanaman.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Hutan Tanaman Industri Pulp, Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Industri Pulp dan Kertas, Matriks IFE dan EFE, Analisis SWOT, Analisis QSPM |
Subjects: | Manajemen Strategi |
Depositing User: | SB-IPB Library |
Date Deposited: | 28 Jun 2016 05:37 |
Last Modified: | 28 Jun 2016 05:37 |
URI: | http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/2452 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |