Winardi, Rachmat (2006) Evaluasi efektivitas dan strategi penyaluran dana program kemitraan bumn dengan usaha kecil di perum perhutani. Masters thesis, Institut Pertanian Bogor.
|
Text
R29-01-Rachmad-Cover.pdf - Published Version Download (343kB) | Preview |
|
|
Text
R29-02-Rachmad-Abstract.pdf - Published Version Download (312kB) | Preview |
|
|
Text
R29-03-Rachmad-RingkasanEksekutif.pdf - Published Version Download (328kB) | Preview |
|
|
Text
R29-04-Rachmad-Daftarisi.pdf - Published Version Download (319kB) | Preview |
|
|
Text
R29-05-Rachmad-Pendahuluan.pdf - Published Version Download (365kB) | Preview |
Abstract
Usaha kecil memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan usaha kecil yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran usaha kecil yang besar antara lain ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap PDB nasional dan penyerapan tenaga kerja. Kontribusi usaha kecil dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 41,1 %. Sementara usaha kecil tersebut dapat menyerap lebih dari 70 juta tenaga kerja atau sekitar 90 % dari jumlah tenaga kerja (BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM, 2004). Salah satu persoalan umum yang melekat pada usaha kecil adalah permodalan yang lemah. Sebenarnya kepedulian pemerintah dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah ada sejak lama. Pada tahun 1989 Pemerintah RI melalui Departemen Keuangan, mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1232/KMK.013/1989 yang mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan 1-5 % keuntungannya untuk Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK). Saat ini pelaksanaan kegiatan operasional program tersebut dikenal dengan nama Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan atau disingkat PKBL, yang mengacu pada Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003. Sayangnya pelaksanaan Program Kemitraan BUMN tersebut terlihat belum efektif dilihat dari tingkat pengembalian pinjamannya. Berdasarkan data Kementerian BUMN posisi per 31 Desember 2003, dari jumlah dana pinjaman Program Kemitraan yang telah disalurkan sebesar Rp. 3,4 Trilyun menunjukkan lebih dari 35 % hutang mitra binaan dalam kondisi macet dan bermasalah. Padahal alokasi dana yang dianggarkan cukup besar, dimana alokasi dana PKBL seluruh BUMN untuk tahun 2005 saja mencapai Rp. 1,064 Trilyun. Melihat strategisnya peranan usaha kecil dalam pembangunan nasional dengan permasalahannya yang utama adalah permodalan dan sementara di sisi lain terdapat sumber pendanaan murah melalui BUMN yang belum tersalurkan dengan efektif, maka peluang yang ada perlu disinergikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, permasalahan yang dibahas didasarkan pada pertanyaan berikut ini : 1. Apakah pelaksanaan Program Kemitraan BUMN khususnya pada perusahaan Perum Perhutani sudah efektif ditinjau dari tingkat pengembalian pinjaman mitra binaannya. 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya ketidaklancaran pengembalian pinjaman oleh mitra binaan pada Program Kemitraan BUMN ini. 3. Apa saja alternatif-alternatif penyelesaian penyebab ketidaklancaran pengembalian pinjaman oleh mitra binaan. 4. Alternatif strategi terbaik apa saja secara umum yang harus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas penyaluran dana Program Kemitraan BUMN khususnya di Perum Perhutani. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis efektifitas pelaksanaan Program Kemitraan BUMN khususnya pada perusahaan Perum Perhutani ditinjau dari tingkat pengembalian pinjaman mitra binaannya. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya ketidaklancaran pengembalian pinjaman oleh mitra binaan pada Program Kemitraan BUMN ini. 3. Menganalisis dan menentukan alternatif-alternatif penyelesaian terhadap faktor-faktor penyebab ketidaklancaran pengembalian pinjaman oleh mitra binaan. 4. Merumuskan secara umum alternatif strategi terbaik yang harus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas penyaluran dana Program Kemitraan BUMN khususnya di Perum Perhutani. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan mengambil lokasi di Perum Perhutani KPH Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah metode riset deskriptif dengan teknik pengambilan contoh secara purposive sampling. Jenis datanya berupa data primer dan sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif, baik berasal dari internal maupun eksternal Perum Perhutani. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner yang melibatkan responden yang berasal dari internal Perum Perhutani, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, dan Perguruan Tinggi (IPB). Analisis Kolektibilitas Kredit dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan tingkat pengembalian pinjaman Program Kemitraan oleh mitra binaan yang dibedakan dalam empat kelompok, yaitu : 1. Pinjaman lancar, adalah pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu. 2. Pinjaman kurang lancar, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 1 hari dan belum melampaui 180 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran. 3. Pinjaman diragukan, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari dan belum melampaui 360 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran. 4. Pinjaman macet, apabila terjadi keterlambantan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 360 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran. Analisis data untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kolektibilitas pengembalian pinjaman Program Kemitraan dilakukan dengan Metode SWOT. Sedangkan formulasi alternatif strategi penyelesaian kemacetan pengembalian pinjaman oleh mitra binaan dilakukan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Dan penentuan formulasi alternatif strategi pengembangan Program Kemitraan BUMN ke depan dilakukan dengan Metode Analytical Hirarchy Process (AHP). Responden untuk metode SWOT berjumlah tiga belas orang, sedangkan untuk Metode MPE dan AHP berjumlah tujuh orang yang merupakan para pakar dan pengambil kebijakan dalam pengembangan Program Kemitraan. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, sampai dengan tahun 2004 tingkat kemacetan pinjaman mitra binaan pada Program Kemitraan BUMN masih cukup tinggi ( > 30 %) dan jauh bila dibandingkan dengan tingkat NPL perbankan nasional yang berada pada kisaran 8,3 – 9,3 % (http://www.bi.go.id). Tingkat kemacetan pinjaman mitra binaan pada Program Kemitraan BUMN di Perum Perhutani mencapai 44,62 % dan masih lebih tinggi dari tingkat nasional seluruh BUMN yang mencapai 35,18 %. Namun untuk KPH Bogor tingkat kemacetan pinjamannya masih di bawah rata-rata seluruh BUMN, yaitu 32,37 %). Tingginya tingkat piutang macet dan bermasalah ini akan berpengaruh terhadap alokasi penyaluran pinjaman Program Kemitraan berikutnya, karena selain dari penyisihan sebagian laba BUMN setelah pajak sebesar 1-3 %, salah satu sumber dana Program Kemitraan ini berasal dari pengembalian pinjaman mitra binaan (dana bergulir). Berdasarkan pengolahan data kuesioner Tahap I terhadap 13 responden untuk menentukan urutan faktor-faktor yang menjadi penyebab ketidaklancaran pengembalian pinjaman oleh mitra binaan, maka tiga faktor utama penyebabnya adalah sebagai berikut : 1. Faktor internal mitra binaan (mismanajemen). 2. Tidak ada sanksi atas ketidaklancaran pembayaran pinjaman (karena tidak ada agunan). 3. Proses seleksi usaha kecil calon mitra binaan belum dilakukan secara baik dan teliti (kurang selektif). Penentuan prioritas alternatif strategi berdasarkan data penilaian oleh responden yang telah diolah melalui MPE, menunjukkan tiga prioritas strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi ketidaklancaran pengembalian pinjaman Program Kemitraan oleh mitra binaan adalah : 1. Selektifitas pemilihan calon mitra binaan dengan melakukan kerjasama dengan LSM/Perguruan Tinggi/Asosiasi (Total Nilai = 7,35) 2. Usaha kecil harus dapat memberikan referensi, baik dari Kepala Desa, pemuka/tokoh masyarakat setempat, atau pihak lain yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan (Total Nilai = 7,22). 3. Peningkatan evaluasi dan monitoring oleh BUMN Pembina yang dapat dilakukan bekerja sama dengan pihak lain (Total Nilai = 7,18). Alternatif strategi di atas dapat ditindaklanjuti oleh Perum Perhutani dengan dimulai dari penyempurnaan Standar Operasional Prosedur (SOP) Program Kemitraan BUMN yang telah ada. Salah satunya dengan menambah persyaratan permohonan dari mitra binaan, berupa referensi dari Kepala Desa, pemuka/tokoh masyarakat setempat, atau pihak lain yang dapat dijadikan bahan pertimbangan. Dengan adanya referensi ini akan menambah azas transparansi penyaluran dana pinjaman Program Kemitraan dan diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab calon mitra binaan dalam mengembalikan dana pinjaman usahanya. Sementara pihak pemberi referensi diharapkan juga akan hati-hati dan selektif dalam memberikan referensi, karena akan berpengaruh terhadap kredibilitas dan nama baiknya. Semakin tinggi tingkat ’respek’ masyarakat sekitar terhadap pemberi referensi, akan semakin tinggi daya tawar calon mitra binaan untuk memperoleh persetujuan pinjaman dana dari Perum Perhutani. Hal lain yang dapat dilakukan Perum Perhutani adalah menambahkan syarat tambahan permohonan pinjaman oleh mitra binaan berupa agunan. Syarat ini tidak perlu bersifat wajib, namun cukup bersifat syarat tambahan yang dapat meningkatkan kesempatan permohonan calon mitra binaan untuk disetujui. Agunan dapat berupa surat-surat berharga seperti sertifikat tanah, BPKB motor, dan lain sebagainya. Namun agunan bisa juga cukup hanya berupa surat nikah (asli), Ijazah pendidikan terakhir (asli), dan lainnya, yang bagi Perum Perhutani tidak mempunyai nilai ekonomis tinggi, namun secara historis agunan tersebut sangat dihargai tinggi oleh pemiliknya. Disini keseriusan calon mitra binaan untuk mendapatkan pinjaman akan terlihat dengan keberanian mempertaruhkan agunannya, dan agunan semacam ini (surat nikah, ijazah) hampir pasti dimiliki oleh hampir semua usaha kecil di Indonesia. Kebijakan lain yang juga dapat dilakukan oleh Perum Perhutani yang pada dasarnya juga bermuara pada strategi selektifitas pemilihan calon mitra binaan, adalah pemilihan sektor usaha kecil binaan yang sebaiknya berkaitan langsung dengan sektor usaha Perum Perhutani. Upaya ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Perum Perhutani KPH Bogor, namun porsinya masih perlu ditingkatkan lagi. Tiga alternatif strategi yang akan dianalisis melalui metode AHP dalam rangka mengembangkan pola Penyaluran Dana Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, adalah : 1. Masing-masing BUMN bertanggung jawab penuh terhadap Program Kemitraannya. 2. Serah kelola sebagian 3. Pelimpahan seluruhnya. Berdasarkan perhitungan dari setiap strata pada sistem hirarki keputusan, maka tingkat kepentingan antar-faktor dan tingkat kepentingan antar-pelaku, tujuan, dan kebijakan yang mempengaruhi alternatif pengembangan strategi Program Kemitraan BUMN di atas, memberikan bobot komposit tertinggi kepada skenario penyaluran dana Program Kemitraan BUMN tetap menjadi tanggung jawab BUMN sepenuhnya dengan bobot komposit 0,458. Artinya hasil interaksi antar elemen (secara horizontal) dan antar strata (secara vertikal) memberikan kontribusi bobot sebesar 45,8 % terhadap skenario BUMN bertanggung jawab penuh. Di lain pihak, skenario serah kelola sebagian dan skenario pelimpahan seluruhnya hanya memperoleh bobot komposit masing-masing adalah 0,364 dan 0,178. Artinya hasil interaksi antar-elemen (secara horizontal) dan antar-strata (secara vertikal) memberikan kontribusi bobot komposit hanya sebesar 36,4 % terhadap skenario serah kelola sebagian dan 17,8% terhadap skenario pelimpahan seluruhnya. Dari hasil kajian ini, para pakar menyatakan bahwa Strategi Penyaluran Dana Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dalam studi kasus di Perum Perhutani merupakan tanggung jawab sepenuhnya BUMN Pembina sebagai prioritas utama dengan bobot komposit sebesar 0,458 (45,8%), kemudian alternatif berikutnya adalah serah kelola sebagian (36,4%). Dengan demikian skenario utama (menjadi prioritas utama) yang akan diterapkan adalah bahwa Penyaluran Dana Program Kemitraan BUMN Perum Perhutani dengan Usaha Kecil adalah tetap menjadi tanggung jawab BUMN Perum Perhutani sepenuhnya. Hal ini dapat dipahami karena Perum Perhutani merupakan BUMN yang mempunyai wilayah kerja yang berbasis sumber daya alam, dimana pertumbuhan usahanya sangat tergantung dari tingkat keberhasilannya mengelola sumber daya alam tersebut. Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam tersebut adalah terbinanya hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar areal kerjanya. Dengan areal kerjanya yang berada di Pulau Jawa dimana tingkat kepadatan penduduknya sudah cukup tinggi, dan potensi konflik sosial yang juga cukup tinggi, bagi Perum Perhutani keeratan hubungan antara masyarakat sekitar hutan dengan perusahaan merupakan hal yang penting untuk dijaga yang salah satunya dalam bentuk Program Kemitraan dengan Usaha Kecil. Bagi BUMN yang memiliki wilayah kerja berbasis sumberdaya alam, corporate social responsibility seperti itu sangat diperlukan sebagai wujud nyata dari kepedulian perusahaan terhadap lingkungannya. Dalam penerapan strategi ini, aspek kelembagaan dan organisasi perusahaan harus diperkuat, karena peran BUMN yang bersangkutan dalam pelaksanaan Program Kemitraan masih sangat dominan. BUMN tersebut harus menempatkan secara terpisah struktur organisasi yang menangani Program Kemitraan ini. Diharapkan dengan komitmen dan keseriusan yang tinggi terhadap program ini, dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan Program Kemitraan. Sisi lain yang dapat diharapkan dari efektivitasnya pelaksanaan Program Kemitraan adalah peningkatan citra perusahaan di mata masyarakat lingkungannya. Alternatif strategi Pengembangan Program Kemitraan BUMN yang kedua yaitu serah kelola sebagian dapat diterapkan pada BUMN yang mempunyai karakter berbeda dengan Perum Perhutani. Penerapan strategi ini lebih tepat jika ditinjau dari aspek besaran alokasi dana Program Kemitraan yang dimiliki setiap BUMN dan kapabilitas BUMN dalam menyalurkan dana pinjamannya. Beberapa BUMN yang mempunyai alokasi dana Program Kemitraan yang besar (seperti PT. Pertamina dan PT. Telkom), pada dasarnya bukan merupakan BUMN yang berpengalaman dalam penyaluran pinjaman. Untuk kasus seperti di atas, BUMN pemilik dana tersebut akan lebih baik bila dapat bekerjasama dengan BUMN lain (sektor keuangan) dengan menyerahkelolakan sebagian dari alokasi dana Program Kemitraannya, sehingga optimalisasi pelaksanaan Program Kemitraan dapat tercapai.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Program Kemitraan BUMN, Perum Perhutani, Manajemen Strategi, Metode SWOT, Metode Perbandingan Ekponensial (MPE), Analytical Hirarchy Process (AHP). |
Subjects: | Manajemen Strategi |
Depositing User: | SB-IPB Library |
Date Deposited: | 09 Aug 2016 09:08 |
Last Modified: | 09 Aug 2016 09:08 |
URI: | http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/2537 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |