Optimisasi Pengadaan Bahan Baku Kerajinan Tangan Rotan Pada PT. Raja Bungsu Meutuah Bekasi Jawa-Barat.

SAPHIRA, EKA MAYA (2001) Optimisasi Pengadaan Bahan Baku Kerajinan Tangan Rotan Pada PT. Raja Bungsu Meutuah Bekasi Jawa-Barat. Masters thesis, Institut Pertanian Bogor.

[img]
Preview
PDF
e5a-01-eka_maya_saphira-cover.pdf

Download (363kB)
[img]
Preview
PDF
e5a-02-eka_maya_saphira-ringkasan_eksekutif.pdf

Download (451kB)
[img]
Preview
PDF
e5a-03-eka_maya_saphira-daftar_isi.pdf

Download (325kB)
[img]
Preview
PDF
e5a-04-eka_maya_saphira-pendahuluan.pdf

Download (346kB)
[img] PDF
e5a-05-eka_maya_saphira.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (3MB)

Abstract

EKA MAYA SAPHIRA, 2001. Optimisasi Pengadaan Bahan Baku Kerajinan Tangan Rotan Pada PT. Raja Bungsu Meutuah Bekasi Jawa-Barat. Dibawah bimbingan SRI HARTOYO dan NUNUNG KUSNADI. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Sektor pertanian sebagai sektor primer yang sangat penting keberadaannya dapat menjadi partner tangguh bagi sektor industri dan sektor non-pertanian lainnya. Sistem agribisnis merupakan perangkat penggerak pembangunan pertanian. Pengembangan agribisnis salah satu bagian terpenting dalam pembangunan nasional Indonesia dalam ha1 pertumbuhan, pemerataan maupun stabilisasi, yang dimaksudkan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin sektor pertanian dan sektor terkait, yang mengarah ke pembangunan ekonomi nasional. Maka efisiensi, efektifitas dan produktivitas pada agroindustri tetap perlu ditingkatkan. Usaha memperkuat daya saing produk untuk persaingan di pasaran dalam dan luar negeri juga diperlukan, mengingat besarnya kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Salah satu kekayaan sumber daya alam tersebut adalah rotan, yang merupakan hasil hutan non-kayu. Potensi ekspor rotan Indonesia rata-rata adalah ± 87.770 ton per tahun, dengan penerimaan devisa negara sekitar US$ 292,460,000 atau 90% dari penerimaan produksi hutan non-kayu. Walaupun potensi rotan di Indonesia tinggi, tetapi tingkat penggunaannya belum optimal. Padahal berbagai macam produk dapat dibuat dari batang rotan dengan bentuk yang unik, baik itu dalam bentuk finished maupun semi-finished. konsumen domestik dan internasional telah menaruh perhatian yang besar pada produk rotan ini. Karena itulah rotan ini harus dipromosikan dan dikembangkan lebih jauh lagi baik oleh pemerintah maupun instansi terkait lainnya. PT. Raja Bungsu Meutuah, suatu trading company pada sektor agibisnis mempunyai produk andalan rotan yang berupa : handicraft (kerajinan tangan) dan rotan bulat (sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor: 187/MPP/Kep/4/1998 tentang ketentuan ekspor rotan yang sudah dirunti, dicuci, diasap, atau dibelerangi dan rotan bulat yang sudah dipoles halus baik yang berasal dari hutan alam produksi maupun hasil budidaya). Pembelian bahan baku rotan pada PT Raja Bungsu Meutuah berasal dari beberapa sumber pengadaan yaitu D.1 Aceh, Jambi dan Kalteng pada beberapa kelompok bahan baku seperti Sega, Batu, Slimit, Manau, Semambo, CI, Lambang dan Lesio. Kelompok bahan baku berupa rotan bulat yang telah diberikan perlakuan awal (Sega, Slimit, Batu dan Manau) langsung dijual di Bekasi baik itu untuk kebutuhan lokal maupun ekspor. Dan kelompok bahan baku yang akan diolah menjadi kerajinan tangan atau handicraft (Sega, Manau, Semambo, CL, Lambang dan Lesio) dikirim ke Cirebon dan Solo dan dialokasikan ke beberapa pengrajin. Handicraft yang diproduksi ialah berupa Pot Bunga, Laundry Basket, Picnic Basket, Tempat Koran dan Nampan Gelas. Adanya perjanjian pesanan bahan baku dan produk handicraft dari pelanggan membuat perusahaan harus berpatokan pada target pemesanan lebih dulu daripada mengejar keuntungan. Ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan tidak lepas dari perusahaan ataupun beralih ke perusahaan lain. Keterbatasan modal perusahaan yaitu sebesar Rp. 350.000.000,- per bulan, menyebabkan perusahaan agak kesulitan membiayai pengadaan bahan baku. Pembelian bahan baku ± 45.833 kg per bulan, rata-rata biaya pembelian Rp. 4.458,- per kg dan biaya transportasi Rp. 7.000.000 per bulan, tidak menghasilkan keuntungan maksimal. Kelangkaan yang terjadi pada beberapa bahan baku, menyebabkan handicraft tidak diproduksi maksimal. Karena itulah perusahaan merasa perlu untuk menerapkan suatu cara atau metode yang dapat mengoptimisasi pengadaan bahan baku agar sumber daya yang ada dapat dimanfatkan secara optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kombinasi yang optimal pada pengadaan bahan baku, mengetahui pengaruh adanya kelangkaan bahan baku terhadap optimisasi pengadaan bahan baku dan memberikan alternatif saran optimisasi pengadaan bahan baku kepada PT. Raja Bungsu Meutuah, Bekasi Jawa-Barat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis studi kasus. Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan wawancara (memberikan pertanyaan-pertanyaan) dan berdiskusi dengan pihak manajemen. Sedangkan data sekunder didapat dari literature dan instansi-instansi yang terkait. Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan Linear Programming yang difokuskan pada penerapan model transportasi. Data yang ada diselesaikan dengan menggunakan LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer) versi Windows. Pada kondisi awal, perusahaan harus memenuhi semua pesanan produk handicraft yang dilakukan oleh pelanggan dengan segala keterbatasan dan kendala yang ada, tanpa mengabaikan tujuan perusahan untuk dapat memaksimalkan keuntungan. Dengan dibatasi oleh ketersediaan sumber daya (maksimum pembelian) per semester dari tiga sumber dan jumlah pesanan produk handicraft yang harus diselesaikan perusahaan dalam memenuhi order dari pelanggan (minimum produksi), ingin dilihat apakah perusahaan bisa memaksimalkan keuntungan yang didapat dengan tetap memenuhi pesanan produk handicraft dari pelanggan. Hasil yang didapat dari model optimisasi ialah pencapaian keuntungan yang,cukup tinggi, yaitu sebesar ±Rp. 1,88 milyar. Pesanan untuk bahan baku Sg dan Ma bisa dipenuhi di kedua semester, sedanakan bahan baku SI dan Ba tidak daRat teroenuhi. Menurut model Derencanaan linear,-bila bahan baku SI dan Ba dinaikkan harga penjualan per kg-nya: keuntungan perusahaan akan meningkat dan peningkatan keuntungan tersebut memungkinkan perusahaan untuk melakukan pembelian bahan baku. Tetapi bila perusahaan mengganti bahan baku SI dan Ba tersebut dengan bahan baku Sg dan Ma mungkin akan lebih menguntungkan bagi perusahaan. Karena selain dapat dijual langsung di gudang Bekasi, juga dapat dipergunakan untuk pengolahan menjadi handicratf. Semua produk handicraft di daerah tujuan Cirebon, optimal untuk diproduksi. Produk A sangat optimal untuk diproduksi. Untuk produk B, C dan D bila perusahaan tidak ingin mengubah keuntungannya, maka akan optimal bila pada produksinya dilakukan sedikit pengurangan dari aktualnya. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penambahan produksi pada produk B, C dan D ini, bila perusahaan ingin meningkatkan keuntungannya. Sedangkan produk E di semester II malah akan lebih optimal bila dari 5250 unit produksi aktual bila ditingkatkan menjadi 5299 unit, karena dapat meningkatkan keuntungan. Dari daerah tujuan pengolahan Solo juga diperoleh hasil optimasi model perencanaan linear yang sama dengan daerah tujuan pengolahan Cirebon, semua produk optimal untuk diproduksi. Bahwa produk A dan produk E sangat optimal untuk diproduksi, terlebih lagi adanya penambahan pada jumlah produksi akan dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Produk B an C, optimal pada saat produksinya dikurangi, karena pengurangan produksi tidak enyebabkan perubahan pada keuntungan. Tetapi bila perusahaan ingin eningkatkan keuntungannya, akan lebih baik untuk menambah jumlah produksinya. Pada produk D, semester I sudah optimal dan perusahaan bisa melakukan penambahan produksi bila ingin meningkatkan keuntungan. Di semester II untuk tidak mengubah keuntungan, akan optimal bila produksinya lebih ditingkatkan, dari 2250 unit menjadi 2294 unit. Penambahan jumlah produksi, tetap akan meningkatkan keuntungan perusahaan. Pada kondisi awal ini, hasil optimasi dari model perencanaan linear yang diperoleh sangat mendekati kegiatan aktual perusahaan dan keuntungan yang dihasilkan cukup maksimal. Perusahaan dapat memenuhi hampir seluruh pesanan produk handicraft dari pelanggan. Dan karena dalam model perusahaan difokuskan pada kendala minimum produksi, maka pesanan bahan baku yang khusus untuk dijual di gudang (kelompok SI dan Ba), tidak atau kurang menguntungkan untuk dijual, kecuali jika perusahaan menaikkan harga jual per kg khusus pada SI dan Ba. Pada kondisi I, diasumsikan bahwa perusahaan mengabaikan kendala minimum produksi, untuk melihat apakah tanpa mematokkan produksi handicraft yang harus diselesaikan, perusahaan tetap dapat memenuhi pesanan produk, apakah pesanan bahan baku dapat terpenuhi seluruhnya dan bagaimana pula dengan keuntungan yang didapat. Dalam model perencanaan kendala minimum produksi dihilangkan dan kendala-kendala lain seperti maksimal pembelian, kapasitas gudang, kapasitas modal dan kendala transfer tidak berubah. Dari hasil optimasi model perencanaan linear, keuntungan yang diperoleh meningkat 15,16 % yaitu menjadi ± Rp. 2,85 milyar. Pesanan bahan baku yang langsung dijual di gudang Bekasi dapat terpenuhi. Berdasarkan model perencarlaan linear, penjualan bahan baku semuanya optimal. Penjualan bahan baku Sg menurut model akan optimal, bila dikurangi. Begitu juga bahan baku Ma pada semester I, tetapi untuk semester II lebih optimal unt~kd ijual lebih banyak dari jumlah aktualnya. Penambahan pembelian pada bahan baku Ma, yang dimaksudkan agar keuntungan maksimal dapat tercapai, harus diikuti oleh perkiraan akan ada tidaknya pelanggan yang akan memesan. Kenaikan pada harga per kg bahan baku tidak mengubah keuntungan perusahaan, tetapi perubahan pada penurunan pembelian akan mempengaruhi keuntungan jika melewati batas penurunan yang diizinkan. Untuk menurunkan harga jual bahan baku, sepertinya perusahaan harus berpikir dua kali. Apakah mungkin untuk menurunkan harga, sementara biaya pembelian bahan baku dan biaya transportasi dari daerah sumber ke gudang terus meningkat dengan cepat dan keuntungan yang diperoleh perusahaan sekarang ini juga sangat minim. Pesanan terhadap produk handicraft ternyata tidak seluruhnya dapat dipenuhi. Pada beberapa produk, jumlah produksi optimal dibandingkan jumlah produksi aktualnya mempunyai selisih yang sangat besar. Di daerah pengolahan Cirebon, produk A semester I tidak optimal untuk diproduksi dan di semester II optimal jika diproduksi sebanyak 780 unit. Produk B dan D tidak optimal untuk diproduksi di kedua semester, karena menggunakan kelompok bahan baku Sg, Ma, Se dan La yang biaya pembeliannya lebih mahal dari kelompok bahan baku lain. Untuk produk C akan optimal bila diproduksi lebih sedikit dari aktualnya. Dan untuk harga jual produk C di semester I, berapapun kenaikan harga jual yang terjadi tidak akan meningkatkan keuntungan perusahaan. Pada semester II, selang perubahan pada harga jual produk yang sangat besar menyebabkan kenaikan harga jual produk C tidak begitu berpengaruh bagi keuntungan perusahaan. Kemudian untuk produk E, akan optimal bila diproduksi lebih banyak dari jumlah produksi aktualnya. Selang perubahan yang cukup peka (sempit) menyebabkan kenaikan harga jual produk E, akan meningkatkan keuntungan perusahaan. Perusahaan tidak bisa begitu saja mengejar keuntungan dengan mengikuti model perencanaan linear kondisi I, karena perusahaan harus tetap lebih mengutamakan target yang harus dicapai baik pada pemesanan bahan baku maupun pemesanan produk handicraft, tanpa mengabaikan keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Kondisi ini diasumsikan bahwa maksimal pembelian bahan baku dinaikkan 20 %, untuk mengetahui apakah perusahaan dapat memenuhi semua pesanan, baik bahan baku maupun pesanan handicraft. Kendala-kendala lain seperti kapasitas gudang, kapasitas modal dan kendala transfer tetap ada dan tidak berubah, sama seperti pada kondisi I. Hasil yang didapat dari kondisi II, keuntungan yang bertambah meningkat sebesar 18,19 Oh dari kondisi awal, yaitu menjadi k Rp. 3,42 milyar. Pesanan bahan baku dapat seluruhnya terpenuhi. Kondisi I menganggap penjualan bahan baku yang lebih banyak dari jumlah aktual akan sangat menguntungkan perusahaan. Kelompok bahan baku Ma pada semester II, keuniunganakan meningkat bila hargajual dinaikkan diatas 1.37 %. Penjualan bahan baku menurut hasil optimasi lebih mendekati aktual daripada produksi handicraft. Ada kecenderungan atau kemungkinan yang dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Pertama, melakukan penambahan pada penjualan bahan baku dan kedua, melakukan spesialisasi penjualan bahan baku. Penambahan jumlah penjualan bahan baku yang langsung dijual di gudang Bekasi, bisa saja dilakukan, karena penjualan bahan baku optimal pada saat penjualannya dinaikkan. Tetapi kemungkinan untuk melakukan spesialisasi pada penjualan bahan baku tentu saja tidak dapat dilakukan, disebabkan oleh adanya pesanan pelanggan terhadap bahan baku dan produk handicraft. Perusahaan harus menjalin hubungan dengan pelanggan agar pelanggan yang telah ada tidak beralih. Hilangnya pelanggan bisa menyebabkan kehilangan keuntungan yang sudah pasti didapat perusahaan. Perusahaan tetap tidak dapat memenuhi semua produk handicraft yang dipesan oleh pembeli (pelanggan). Produk handicraft yang optimal diproduksi jauh berbeda dari produksi aktualnya. Di daerah pengolahan Ciebon, produk A hanya optimal bila diproduksi di semester II lebih kecil dari aktualnya, kecuali bila perusahaan menaikkan harga jual produk yang berarti akan meningkatkan keuntungan, mungkin produk tersebut akan dapat optimal untuk diproduksi. Produk B dan D tidak optimal untuk diproduksi pada kedua semester, sedang produk C dan E akan lebih optimal untuk diproduksi lebih banyak dari jumlah aktualnya. Sayangnya untuk produk C dan D pada semester I, berapapun terjadi kenaikan pada harga jual tidak mengubah keuntungan perusahaan. Pada produk lain, perusahaan dapat menaikkan harga jual produk diatas batas yang diizinkan untuk dapat meningkatkan keuntungan. Tetapi perusahaan tidak dapat menaikkan harga tanpa pertimbangan, hanya untuk mengejar keuntungan. Karena perusahaan tetap harus memikirkan target untuk memenuhi pesanan pelanggan. Di tujuan pengolahan Solo, produk A tidak dapat memenuhi t2rget yang telah dipesan, hanya sedikit sekali yang bisa diproduksi. Sedangkan produk C dan E malah bisa diproduksi jauh lebih banyak daripada jumlah yang telah dipesan pelanggan (aktual). Lebarnya selang batas kepekaan harga jual pada produk C, menyebabkan produk ini tidak akan optimal bila menaikkan harga jual produknya. Tetapi untuk A dan E, kenaikan harga jual akan berpengaruh pada peningkatan keuntungan. Terutama untuk produk A, dengan adanya peningkatan keuntungan, maka produk akan dapat diproduksi lebih banyak untuk memenuhi pesanan pelanggan. Untuk produk B dan D menurut model perencanaan, tidak optimal untuk diproduksi. Tingginya biaya pengadaan bahan baku yang digunakan untuk mengolah produk B dan D inilah yang menyebabkannya tidak optimal. Adanya kemungkinan dengan menaikkan harga jual produk, maka produk B dan D tersebut dapat menjadi optimal untuk diproduksi. Bagi perusahaan yang masih terbilang muda ini, pesanan dari pelanggan merupakan target utama. Maka pada dasarnya kondisi II ini tidak dapat dijadikan acuan bagi perusahaan, karena hanya pesanan bahan baku yang bisa dipenuhi, tidak demikian halnya dengan pesanan produk, walaupun keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar dari keuntungan aktual.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Optimisasi Pengadaan Bahan Baku Kerajinan Tangan Rotan, manajemen produksi dan operasi
Subjects: Manajemen Produksi dan Operasi
Depositing User: Staff-7 Perpustakaan
Date Deposited: 12 Jan 2012 09:26
Last Modified: 20 Feb 2012 13:32
URI: http://repository.sb.ipb.ac.id/id/eprint/554

Actions (login required)

View Item View Item